BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Indonesia merupakan
Negara Hukum (rechstaat)
dan bukan merupakan Negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat),
seperti yang terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 yang menentukan
secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum,
prinsip Negara Hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan
hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan yang berarti bahwa
Negara termasuk di dalamnya setiap Individu, masyarakat, pemerintah
dan lembaga Negara yang lain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya
harus dilandasi oleh Hukum.
Di dalam Negara
Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk
perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris, bumi air dan ruang
angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang
amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai
yang kita cita-citakan.1
Cita-cita negara
repulik indonesia adalah menciptakan masyarakat yang adil dan damai
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagai dasar kebebasan
masyarakat. Pemerintah menjamin kepastian hukum hak asasi manusia
sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang undangan.
Dengan demikian maka, hukum memberikan kepastian tentang perlindungan
hak setiap warganya.
Dalam Negara Hukum
perlindungan terhadap hak asasi manusia harus dijamin oleh Negara, di
mana setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan
hukum dan pemerintah, ini merupakan konsekwensi prinsip kedaulatan
rakyat serta prinsip negara hukum. Hak asasi manusia di berikan
undang-undang kepada setiap warga indonesia untuk melakukan sesuatu
hal yang berkaitan dengan pribadi bahkan kelompok masyarakat itu
sendiri, dengan memperhatikan asas kepatutan, kepentingan umum,
kesusilaan dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Jadi hak
asasi manusia dibatasi oleh asas-asas tersebut. Berkaitan dengan hal
ini, hak asasi manusia mempunyai ruang lingkup dan kewenangan
melindungi setiap perbuatan masyarakat itu untuk melakukan perbuatan
hukum ataupun non hukum.
Akta
itu dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu akta otentik dan akta di
bawah tangan. Akta di bawah tangan bisa dibuat sedemikian rupa atas
dasar kesepakatan para pihak dan yang penting tanggalnya bisa dibuat
kapan saja, sedangkan akta otentik harus dibuat oleh pejabat yang
berwenang untuk itu. Sejak zaman Belanda, memang ada pejabat-pejabat
tertentu yang ditugaskan untuk membuat pencatatan-pencatatan serta
menerbitkan akta-akta tertentu mengenai keperdataan seseorang,
seperti misalnya kelahiran, perkawinan, kematian, wasiat dan
perjanjian-perjanjian diantara para pihak, dimana hasil atau kutipan
dari catatan-catatan tersebut dianggap sebagai akta yang otentik.
Arti sesungguhnya dari akta otentik adalah: akta-akta tersebut harus
selalu dianggap benar, kecuali jika dibuktikan sebaliknya di muka
pengadilan.
Dalam kehidupan
bermasyarakat hubungan antara orang dan orang, selalu akan
menyangkut hak dan kewajiban, pelaksanaan hak dan kewajiban
seringkali menimbulkan pelanganggaran, akibat dari adanya pelanggaran
hak dan kewajiban tersebut maka akan menimbulkan peristiwa hukum.
Hubungan yang terjadi antar masyrakat sering didominasi oleh faktor
kepentingan ataupun kebutuhan dasar hidup manusia. Oleh karena
hubungan antar masyarakat tersebut, maka hukum mengatur hubungan
tersebut melalui peraturan sehingga tercapai kepastian hukum dan
keseimbangan berkaitan hak dan kewajiban. Dan pelaksanaan hubungan
antar masyarakat tersebut dalam hukum dinamakan hubungan hukum atau
perbuatan hukum.
Perbuatan hukum
sering dilakukan seseorang untuk memperoleh kepastian atas hak dan
kewajiban yang seharusnya dipikulnya. Perbuatan hukum tersebut
mencakup seluruh perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum dalam
masyrakat. Perbuatan hukum dapat dilakukan oleh seseorang berkaitan
dengan hak dan kewajiban pribadinya. Kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum menuntut, antara lain bahwa lalu lintas hukum
dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang
menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek
hukum dalam masyarakat. Perbuatan hukum umumnya dikenal dengan
perbuatan yang menimbulkan perikatan, baik perikatan dengan
pemerintah, kelompok masyarakat, badan hukum, bahkan terhadap
seseorang lainya yang isinya untuk berbuat sesuatu, tidak berbuat
sesuatu dan memberikan sesuatu. Untuk itu melalui kewajiban-kewajiban
bahkan hak-hak yang terikat atas kesepakatan dalam isi perikatan itu,
apabila tidak dilaksanakan, maka akan menimbulkan akibat hukum bagi
yang tidak melaksanakan hak dan kewajiban tersebut.
Dalam melakukan
perbuatan hukum, demi menjamin kepastian hukum bahkan kekuatan
pembuktian atas perbuatan hukum tersebut, selain dapat dilakukan
secara lisan maka juga dapat dilakukan secara tertulis. Perbuatan
hukum dapat dilakukan tertulis jauh lebih baik dan aman dibandingkan
dengan dilakukan secara lisan, oleh karena itu, perbuatan hukum
tersebut lebih aman dan terjamin kepastian hukumnya dilakukan secara
tertulis. Perbuatan hukum secara tertulis dapat dilakukan sendiri
oleh pihak yang berkepentingan, juga oleh pejabat, atau pemerintah
terkait.
Akta merupakan alat
bukti tertulis mengenai suatu tindakan atau perbuatan hukum yang
dilakukan seseorang. Akta terbagi atas dua jenis, yaitu akta otentik
dan akta di bawah tangan. Akta otentik adalah akata yang dibuat oleh
dan dihadapan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu Notaris atau
PPAT. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai
dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Pasal 1868
memberikan suatu pengertian mengenai suatu akta otentik ialah suatu
akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang atau
di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu
di buat. Akta dapat di bawah tangan juga dibuat oleh dan di hadapan
pejabat yang berwenang.2
Dalam Pasal 1870 KUHPerdata menjelaskan bahwa “bagi para pihak yang
berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang
yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu
bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya3”
sedangkan akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat dan ditanda
tangani oleh parah pihak. Pada prakteknya, akta di bawah tangan
kadang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tertentu, yang kadang
tidak sama dengan waktu pembuatan. Misalnya akta di bawah tangan yang
dibuat saat ini diberi tanggal pada bulan dan tahun lalu, karena
tidak adanya kewajiban untuk melaporkan akta di bawah tangan, siapa
yang menjamin bahwa akta di bawah tangan tersebut adalah benar dibuat
sesuai dengan waktunya.
Dalam realita hidup
sehari-hari akta di bawah tangan sering menjadi pilihan untuk
melegalisasi setiap perbuatan hukum khususnya dalam perjanjian.
Perjanjian yang dibuat di bawah tangan adalah perjanjian yang dibuat
sendiri oleh para pihak yang berjanji, tanpa suatu standar baku
tertentu dan hanya disesuaikan dengan kebutuhan para pihak tersebut.
Sedangkan kekuatan pembuktiannya hanya antara para pihak tersebut
apabila para pihak tersebut tidak menyangkal dan mengakui adanya
perjanjian tersebut (mengakui tanda tangannya di dalam perjanjian
yang dibuat). Artinya salah satu pihak dapat menyangkal akan
kebenaran tanda tangannya yang ada dalam perjanjian tersebut. Lain
halnya dengan akta otentik, akta otentik atau biasa disebut juga akta
notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, artinya dapat
dijadikan bukti di pengadilan. Akta di bawah menjadi pilihan karena
faktor ekonomis, biaya untuk membuat akta pada pejabat yang berwenang
lebih tinggi di bandingkan dengan membuat akta di bawah tangan. Namun
apakah kekuatan pembuktian akta di bawah tangan sama dengan akta
otentik? Sementara akta di bawah tangan hanya ditanda tangani oleh
para pihak dan tidak dilakukan dihadapan Notaris. Jelas bahwa akta di
bawah tangan kepastian dan kekuatan hukum pembuktiannya sangatlah
lemah. Apabila dikemudian hari muncul sengketa atau permasalahan
dalam perbuatan hukum tersebut, dan salah satu pihak menyangkat tidak
pernah membuat atau menandatangani akta tesebut, maka akta tersebut
dapat dikatakan akta yang tidak memiliki kekuatan hukum atau akta
ilegal. Namun bagaimana kalau akta di bawah tangan tersebut
dilegalisasi oleh notaris? Untuk menjawab hal tersebut, penulis
tergerak hati untuk menulis skripsi yang berjudul “Tinjauan
Juridis Tentang Kekuatan Akta Dibawa Tangan Yang Telah
Dilegalisasikan Oleh Notaris”
- Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan
skripsi ini adalah :
- Bagaimana Tangungjawab Notaris terhadap Legalisasi Akta Di Bawah Tangan?
- Bagaimana Kekuatan Akta Dibawa Tangan Yang Telah Dilegalisasikan Oleh Notaris?
- Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi
tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui dan memahami Kekuatan Akta Dibawa Tangan Yang Telah Dilegalisasikan Oleh Notaris.
- Untuk mengetahui dan memahami Proses Legalisasi Akta Di Bawah Tangan Oleh Notaris.
- Manfaat Penulisan
Penulisan
skripsi ini memberikan manfaat sebagai berikut:
- Memperdalam pemahaman dan pengetahuan agar dapat mengetahui Kekuatan Akta Dibawa Tangan Yang Telah Dilegalisasikan Oleh Notaris.
- Memperdalam pemahaman dan pengetahuan agar dapat mengetahui Proses Legalisasi Akta Di Bawah Tangan Oleh Notaris.
- Metode Penelitian
Dalam suatu
penelitian hukum merupakan suatu keharusan untuk mengunakan suatu
metode penelitian agar lebih mudah dalam hal penyusunannya.
Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan
pustaka atau data-data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.
Penelitian ini
bersifat Yuridis Normatif, oleh karena didasarkan pada metode,
sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu
atau beberapa gejala hukum tertentu dan menganalisisnya. Adapun yang
menjadi metode-metode dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
- Pengumpulan Data
Adapun
jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu menggunakan bahan-bahan pustaka. Dengan demikian data ini
bersumber dari bahan-bahan kepustakaan yaitu :
- Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti Undang-Undang Dasar atau Norma dasar, Peraturan Perundang-Undangan, Yurisprudensi, Traktat.
- Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti literatur-literatur rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya tulis, serta makalah-makalah.
- Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus umum dan kamus hukum.
- Metode Pengolahan Dan Analisis Data
Metode yang
digunakan adalah analisis kualitatif yaitu data-data yang terkumpul
berkaitan Jabatan konotariatan lebih khusus Akta Dibawa Tangan Yang
Telah Dilegalisasikan Oleh Notaris. akan diolah dengan cara
mensistematisasikan bahan-bahan hukum yaitu dengan membuat
klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Data yang diolah
kemudian diinterprestasi dengan menggunakan cara penafsiran hukum dan
kontruksi hukum dan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif,
dimana menguraikan data-data yang menghasilkan data deskriptif dalam
mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan untuk mengungkapkan
kebenaran yang ada.
- Sistematika Penulisan
Adapun skripsi ini
disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab
I. Pendahuluan.
- Latar Belakang
- Perumusan Masalah
- Tujuan Penulisan
- Manfaat Penulisan
- Metode Penulisan
- Sistematika Penulisan.
Bab
II. Tinjauan Pustaka.
- Akta Di Bawah Tangan
- Notaris
Bab
III. Pembahasan.
- Kekuatan Akta Dibawa Tangan Yang Telah Dilegalisasikan Oleh Notaris.
- Proses Legalisasi Akta Di Bawah Tangan Oleh Notaris.
Bab
IV. Penutup
- Kesimpulan
- Saran.
Pada akhir penulisan
ini dicantumkan Daftar Pustaka yang berisikan sumber-sumber bahan
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
- Notaris
Di Indonesia,
Notaris sudah dikenal semenjak zaman Belanda, ketika menjajah
Indonesia. Istilah Notaris berasal dari kata Notarius, yang dalam
bahasa Romawi kata tersebut diberikan kepada orang-orang yang
menjalankan pekerjaan menulis. Selain pendapat tersebut di atas ada
juga yang berpendapat bahwa nama notarius itu berasal dari perkataan
notaliteraria
yaitu
yang menyatakan sesuatu perkataan. Di dalam perkembangannya hukum
Notariat yang diberlakukan di Belanda selanjutnya menjadi dasar dari
peraturan perundang-undangan Notariat yang diberlakukan di
Indonesia.4
Asal usul istilah
Notaris berasal dari kata Latin, notarius,
yang artinya “penulis, panitera pada pengadilan gereja.” Menurut
Black’s
Law Dictionary,
kata asal dari notarius
adalah
nota,
yang berarti suatu karakter atau tanda. Dari Istilah notarius
ini
kemudian berkembang menjadi notaris atau yang di Amerika Serikat
dikenal dengan istilah “notary
public”,
yang sering juga disingkat sebagai notary5.
Dalam menjalankan
profesinya, Notaris memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris yang diundangkan tanggal 6 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 Dengan berlakunya
undang-undang ini, maka Reglement
op Het Notaris
Ambt
in Indonesia /
Peraturan Jabatan Notaris Di Indonesia (Stb. 1860 Nomor 3) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Kehadiran Notaris
sebagai Pejabat Publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan
kepastian hukum atas setiap perikatan-perikatan yang mereka lakukan,
tentunya perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga
usaha perdagangan. Notaris adalah satu-satunya pejabat yang diberi
wewenang umum untuk membuat akta perikatan, selagi belum ada
Undang-Undang yang mengatur perihal pembuatan akta tertentu dengan
pejabat khusus di luar Notaris. Seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT).6
Sebelum berlakunya undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris atau yang sering disingkat UUJN, peraturan jabatan notaris
masih bersifat kolonial dan tidak terkodifikasi dengan baik. Adalah
Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Peraturan Jabatan Notaris
di Indonesia) sebagaimana diatur dalam Staatsblad No.1860:3 yang
menjadi peraturan jabatannya.7
Barulah di tanggal 6 Oktober 2004 diundangkan Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Diundangkannya UUJN ini tentu
saja disambut baik oleh kalangan Ilmu Hukum, Hukum Notariat, dan
masyarakat pada umumnya terlebih lagi mereka yang biasa menggunakan
layanan dari notaris. Sambutan tersebut adalah wujud kegembiraan
karena Notariat, dalam posisi Pejabat Notaris dan Hukum Notaris
secara umum kini lebih efisien menuju kodifikasi yang positif.
Menurut kamus besar
bahasa Indonesia Notaris adalah orang yang mendapat kuasa dr
pemerintah (dl hal ini Departemen Kehakiman) untuk mengesahkan dan
menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta. Notaris
itu adalah Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang membuat
akta otentik, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Notaris diberi wewenang untuk
membuat , terutama di bidang instrumen otentik : orang-orang dan
keluarga ( penyusunan perjanjian pranikah , surat wasiat , akta cerai
, sertifikat warisan, dll), nyata hal yang benar (membuat instrumen
pengiri akta hipotek , instrumen dalam konteks pelelangan umum, dll )
hak hukum (membuat dokumen pendirian, perubahan undang-undang,
instrumen transfer dan isu (issue) saham, sertifikat merger dan
berpisah dan sejenisnya.
Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenagan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 8
Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas
jabatan sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1
angka 1 juncto pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris.9
Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam
pelayanan hukum kepada masyarakat perlu mendapat perlindungan dan
jaminan demi tercapainya kepastian hukum.10
Notaris adalah
pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akte otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan
oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki
untuk dinyatakan dalam suatu akte otentik, menjamin kepastian
tanggalnya, menyimpan aktanya, dan memberikan grosse, salinan dan
kutipannya, semuannya sepanjang akta itu oleh suatu peraturan tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang
ditetapkan oleh Undang-undang.11
Pasal 1 angka 1 UUJN
menyebutkan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal
15 UUJN. Kedudukan notaris sebagai pejabat umum, dalam arti
kewenangan yang ada pada notris tidak pernah diberikan kepada pejabat
lainnya, selama-sepanjang kewenagan tersebut tidak menjadi kewenangan
pejabat-pejabat lain dalam membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya, maka kewenagan tersebut menjadi kewengan notaris.12
Dalam melaksanakan
tugasnya, Notaris berwenang pula :
- Mengesahkan tanda-tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
- Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
- Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
- Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan aslinya;
- Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta risalah lelang.13
Dalam
Pasal 16 UUJN menjelaskan bahwa:
- Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
- bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
- membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
- mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
- memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
- merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
- menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
- membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
- membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
- mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
- mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
- mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
- membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;14
Dalam melakukan
tugas jabatannya, Notaris dilarang untuk :
- menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
- meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
- merangkap sebagai pegawai negeri;
- merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
- merangkap jabatan sebagai advokat;
- merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
- merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris;
- menjadi Notaris Pengganti; atau
- melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan
Notaris.15
Dari apa yang
dikemukakan pasal tersebut terlihat dengan jelas bahwa tugas jabatan
notaris adalah membuat akta otentik, adapun yang dimaksud dengan akta
otentik adalah “suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akte itu dibuatnya.” 16
Kewenangan notaris
disamping diatur dalam pasal 15 UUJN, juga ada kewenangan yang
ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan yang lain (diluar UUJN)
dalam arti peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
menyebutkan-menegaskan agar perbuatan hukum tertentu wajib dibuat
dengan akta notaris. 17
Notaris sebagai
pejabat umum diangkat oleh Negara, bekerja juga untuk kepentingan
Negara namun notaris bukanlah pegawai sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian,
sebab dia tidak menerima gaji, dia hanya menerima honorarium atau fee
dari klien. Dan dapat dikatakan bahwa Notaris adalah pegawai
pemerintah tanpa menerima suatu gaji dari pihak pemerintah. Notaris
dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak menerima pensiun dari
pemerintah.18
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat
umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian,
ketertiban dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat
oleh atau dihadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan tetapi juga karena dikehendaki oleh para
pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para
pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak
yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. 19
Jabatan Notaris,
selain sebagai jabatan yang menggeluti masalah-masalah teknis hukum,
juga harus berpartisipasi aktif dalam pembangunan hukum Nasional,
oleh karena itu notaris harus senantiasa selalu menghayati idealisme
perjuangan bangsa secara menyeluruh. Untuk itu (terutama sekali dalam
rangka peningkatan jasa pelayanannya) Notaris harus selalu mengikuti
perkembangan hukum nasional, yang pada akhirnya notaris mampu
melakukan profesinya secara proporsional.
Notaris dalam
melakukan tugasnya melaksanakan jabatanya dengan penuh tanggung jawab
dengan menhayati keseluruhan martabat jabatanya dan dengan
keterampilan melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya
dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang, etika, ketertiban
umum, dan berbahsa Indonesia dengan baik.20
Dalam melaksanakan tugasnya, Notaris harus berpegang tegu pada kode
etik jabatan notaris. Apabila tidak ada kode etiknya, maka harkat dan
martabat profesionalisme akan hilang sama sekali.
Menurut ketentuan
Pasal 1 Ketentuan Umum Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia,
yang dimaksud dengan Kode Etik adalah:
“seluruh
kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris
Indonesia yang selanjutnya akan disebut "Perkumpulan"
berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan
semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas
jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara
Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus”.21
Kaidah-kaidah yang
wajib dipegang oleh notaris, diantaranya:
- Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada :
- Notaris sebagai Pejabat Umum dalam melaksanaka tugasnya dijiwai pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan Notaris, sumpah jabatan, kode etik Notaris dan berbahasa Indonesia dengan baik.
- Notaris dalam melakukan profesinya harus memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan nasional khusus di bidang hukum
- Notaris berkepribadian baik dan menjujung tinggi martabat kehormatan Notaris, baik di dalam maupun di luar jabatannya.
- Dalam menjalankan tugasnya, Notaris harusnya:
- Notaris dalam melakukan tugas jabatannya menyadari kewajibannya, bekerja sendiri, jujur, tidak berpihak dan penuh rasa tanggung jawab.
- Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya menggunakan satu kantor yang telah ditetapkannya sesuai dengan Undang-undang dan tidak mengadakan kantor cabang perwakilan dan tidak mengunakan perantara-perantara.
- Notaris dalam melakukan tugas jabatannya tidak mempergunakan mass media yang bersifat promosi.
- Dalam hubungan Notaris dengan klien, Notaris harus:
- Notaris dalam melakukan tugas jabatannya memberikan pelayanan hukum kepada masyrakatyang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya.
- Notaris dalam melakukan tugas jabatannya memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibanya sebagai warga Negara dan anggota masyarakat.
- Notaris memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang kurang mampu dengan cuma-cuma.
- Notaris dengan sesama rekan Notaris :
- Notaris dengan sesama rekan Notaris hendaklah hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan.
- Notaris dalam melakukan tugas jabatannya tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama rekan Notaris, baik moral maupun materil dan menjauhkan diri dari usaha-usaha untuk mencari keuntungan dirinya semata-mata.
- Notaris harus saling menjaga dan membela kehormatan dan nama baik korp Notaris atas dasar rasa solidaritas dan sikap saling tolong menolong secara konstruktif.22
Notaris dan orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib :
- Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang balk.
- Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
- Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.
- Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
- Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
- Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;
- Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
- Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
- Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat :
- Nama lengkap dan gelar yang sah;
- Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris;
- Tempat kedudukan;
- Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus ielas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud.
- Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan.
- Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.
- Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.
- Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan Perkumpulan.
- Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali alasan-alasan yang sah.
- Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi.
- Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.
- Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam :
- UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
- Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
- Isi Sumpah Jabatan Notaris;
- Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.
Larangan
Pasal
4
Notaris dan orang
lain yang memangku clan menjalankan jabatan. Notaris dilarang :
- Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.
- Memasang pagan Hama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/ Kantor Notaris" di luar lingkungan kantor.
- Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk
- Iklan;
- Ucapan selamat;
- Ucapan belasungkawa;
- Ucapan terima kasih;
- Kegiatan pemasaran;
- Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga;
- Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
- Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain.
- Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditanda tangani.
- Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.
- Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.
- Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
- Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
- Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.
- Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
- Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat ekslusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
- Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
- Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :
- Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang JabatanNotaris;
- Penjelasan pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
- Isi sumpah jabatan Notaris;
- Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.
Notaris adalah suatu
jabatan yang dibebani kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi akta
dan keterangan yang diberikan berkaitan dengan aktaaktayang
dibuatnya. Hal ini dapat disimpulkan dalam ketentuan pasal-pasal yang
lain dalam UUJN, antara lain:
- Pasal 4 ayat (2) UUJN (Sumpah Jabatan) yang menyatakan bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya;
- Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN yang menyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan Sumpah Jabatan, kecuali undang-undang menetukan lain.
- Pasal 54 UUJN menyatakan bahwa Notaris hanya memberikan, memperlihatkan atau memberitahukan isi akta, Grosse Akta, Salinan Akta dan Kutipan Akta kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris atau orang yang mempunyai hak kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Pada dasarnya,
menyimpan minuta akta itu adalah kewajiban Notaris, sehingga Notaris
seharusnya menyimpan sendiri Protokol Notaris (yang berisi minuta
akta) dan tidak membiarkan Protokol Notaris dipegang oleh pegawainya.
Ini karena Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan
arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris (Pasal
1 angka 13 UU Jabatan Notaris).
Ruang lingkup
pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat alat bukti yang diinginkan
oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat bukti
tersebut berada dalam tataran hukum perdata, bahwa Notaris membuat
akta karena permintaan dari para penghadap, dan tanpa ada permintaan
dari penghadap, Notaris tidak akan membuat akta apapun, dan Notaris
membuat akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti, keterangan dan
pernyataan para penghadap. Notaris juga memberikan nasihat hukum
kepada penghadap menyangkut persoalan persoalan yang akan dituangkan
dalam akta nantinya. Apapun yang akan dituangkan nantinya merupakan
kehendak dari para pihak yang datang menghadap dan bukan berasal dari
keinginan dari Notaris secara pribadi yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
Pasal 16 ayat 1 huruf d UUJN yakni :
“Memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali
ada alasan untuk menolaknya.”
Pasal 16 ayat 1
huruf d UUJN mengandung arti, seorang Notaris tidak boleh menolak
untuk memberikan bantuan apabila hal itu diminta kepadanya oleh orang
yang membutuhkan jasa Notaris, kecuali dalam hal terdapat alasan yang
berdasar untuk itu.
Notaris dapat
menolak memberikan bantuannya yaitu apabila :
- Notaris sakit atau berhalangan, karena sudah ada janji terlebih dahulu dengan pihak lain;
- Penghadap tidak dikenal oleh Notaris, identitasnya tidak ada, dan Notaris merasa ragu-ragu terhadap akibat pembuatan akta tersebut;
- Notaris tidak dapat memahami keterangan penghadap yang akan dituangkan ke dalam akta;
- Kehendak para pihak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan;
- Permintaan bantuannya itu ada kaitannya dengan Pasal 52 dan Pasal 53 UUJN, yaitu Notaris ada hubungan keluarga dekat dengan para penghadap, atau akta yang akan dibuat itu ada kaitannya dengan suatu keuntungan kepada Notaris atau saksi atau keluarga mereka.
Pasal
52 ayat 1 UUJN
Notaris tidak
diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau
orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik
karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus
ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis
kesamping sampai dengan derat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri
sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan
kuasa.”
Pasal
53 UUJN
Akta
Notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan
sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi :
- Notaris, isteri atau suami Notaris;
- Saksi, isteri atau suami saksi; atau,
- Orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.”23
- Akta
Istilah akta berasal
dari bahasa Belanda yaitu Akte.
Dalam mengartikan akta ini ada dua pendapat yaitu. Pendapat pertaman
mengartikan akta sebagai surat dan pendapat kedua mengartikan akta
sebagai perbuatan hukum. Akta menurut A. Pinto merupakan surat yang
ditandatangani, diperbuat untuk dipahami sebagai bukti dan untuk
dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
Sudikno Mertokusumo berpendapat, akta adalah surat yang diberi
tandatangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari
suatu hak atau perkataan yang dibuat sejak semula dengan sengaja
untuk pembuatan.24
Dengan demikian akta merupakan surat yang ditanda tangani, memuat
peristiwa-peristiwa atau perbuatan hukum dan digunakan sebagai alat
pembuktian. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan akta, adalah :
- Perbuatan handeling/perbuatan hukum rechtshandeling itulah pengertian yang luas, dan
- Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu beberapa tulisan yang diajukan kepada pembuktian sesuatu.25
Menurut fungsinya, akta dapat digunakan sebagai syarat untuk
menyatakan adanya suatu perbuatan hukum, sebagai alat pembuktian.
Bukti tersebut dapat digunakan sebagai salah satu pendukung atas
suatu perbuatan hukum yang dilakukan seseorang dan legalitasnya
sangat kuat.
Selanjutnya
menurut pendapat Fokema Andrea dalam bukunya
Kamus
Istilah Hukum Belanda-Indonesia, akte adalah :
- Dalam arti terluas, akte adalah perbuatan, perbuatan hukum (Rechthandelling);
- Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai sebagai bukti suatu perbuatan hukum; tulisan ditujukan kepada pembuktian sesuatu; dapat dibedakan antara : surat otentik (autentieke) dan di bawah tangan (onderhandse), surat lain biasa dan sebagainya.26
R. Subekti
menyatakan kata “akta” pada Pasal 108 KUHPerdata tersebut
bukanlah berarti surat atau tulisan melainkan “perbuatan hukum”
yang berasal dari bahasa Prancis yaitu “acte” yang artinya adalah
perbuatan27.
Oleh karena itu maka dapat diambil kesimpulan bahwa akta adalah surat
yang memang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti.
Dalam kehidupan
seharai kita dapat mengenal dua jenis akta, yaitu akta otentik dan
akta di bawah tangan. Diatas telah diterangkan bahwa wewenang serta
pekerjaan pokok dari Notaris adalah membuat akta otentik, baik yang
dibuat di hadapan yaitu (partij
acten) maupun
oleh Notaris (relaas
acten) apabila
orang mengatakan akta otentik, maka pada umumnya yang dimaksudkan
tersebut tidak lain adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan
Notaris. Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan bahwa akta otentik adalah
suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh UU, dibuat oleh
atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat
di mana akta dibuat.
Seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa Notaris adalah pejabat yang berwenag membuat
akta otentik. Akta
Notaris
adalah akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris menurut
bentuk dan tata carayang ditetapkan dalam undang-undang ini.28
Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Notaris
menurut KUH Perdata Pasal
1870 dan HIR
Pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan
mengikat. Akta Notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak
perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya
tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan KUHPerdata
Pasal 1866 dan HIR 165, akta notaris merupakan alat bukti tulisan
atau surat pembuktian yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat
bukti persidangan yang memiliki kedudukan yang sangat penting.29
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan
apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris.
Akta di bawah tangan
adalah Surat yang sengaja dibuat oleh orang-orang, oleh pihak-pihak
sendiri, tidak dibuat dihadapan yang berwenang, untuk dijadikan alat
bukti. Akta
bawah tangan
adalah akta yang dibuat dan dipersiapkan oleh pihak-pihak dalam
kontrak
secara pribadi, dan bukan dihadapan notaris
atau pejabat resmi lainnya (misalnya Camat
selaku Pejabat
Pembuat Akta Tanah).
30Akta
di bawah tangan adalah akta yang cara pembuatan atau terjadinya
tidak dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat pegawai umum, tetapi
hanya oleh pihak-pihak yang berkepentingan saja.
Mengenai
akta di bawah tangan ini tidak diatur dalam HIR, tetapi di dalam Rbg
ada diatur dalam pasal 286 sampai dengan pasal 305 dan dalam KUH
Perdata diatur dalam pasal 1874 sampai dengan pasal 1880, dan dalam
Stbl. 1867 No. 29.
Menurut
Pasal 1875 KHUPerdata, jika akta di bawah tangan diakui oleh orang
terhadap siapa akta itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat
merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang
menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang
mendapatkan hak darinya. Yang dianggap sebagai tulisan di bawah
tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat,
daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang
dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.31
Akta di bawah tangan merupakan
akta yang di tandatangani di bawah tangan seperti surat-surat,
register-register, surat-surat urusan rumah tangga, dan lain-lain
tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang pegawai umum demikian
bunyi pasal 1874 KUH Perdata.32
Akta yang dibuat di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang
sah jika pembuat akta tersebut mengakui isi akta serta tanda tangan
yang ada pada akta tersebut
Pasal 1869 KUH
Perdata: “Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak
cakapnya dalam pegawai termaksud di atas, atau karena suatu cacat
dalam bentuknya, tidak dapat diberlakukan sebagai akta otentik, namun
demikian mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan.”
Orang
terhadap siapa akta di bawah tangan itu digunakan, diwajibkan
membenarkan (mengakui) atau memungkiri tanda tangannya, sedang bagi
ahli warisnya cukup hanya menerangkan bahwa ia tidak kenal akan tanda
tangan tersebut.
Akta
di bawah tangan baru mempunyai kekuatan pembuktian formal, jika tanda
tangan di bawah akta itu diakui/ tidak disangkal kebenarannya. Dengan
diakuinya keaslian tanda tangan pada akta di bawah tangan, maka
kekuatan pembuktian formal dari akta di bawah tangan itu sama dengan
kekuatan pembuktian formal dari akta otentik.
Mengenai
akta di bawah tangan yang memuat pengakuan utang secara sepihak untuk
membayar sejumlah uang atau memberikan/ menyerahkan sesuatu barang
yang dapat ditetapkan atas suatu harga tertentu, harus seluruhnya
ditulis dengan tangannya sendiri oleh orang yang menandatangani
(orang yang berutang) atau paling sedikit selainnya tanda tangan,
harus ditulis sendiri oleh si penandatangan
(orang yang berutang) suatu persetujuan yang memuat jumlah atau
besarnya barang yang terutang.
Menurut
G. H. S. Lumban Tobing, perbedaan terbesar antara akta otentik dengan
akta di bawah tangan adalah:
- Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti;
- Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim sedang akta di bawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial.
- Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik.33
Selain
itu, terdapat juga perbedaan antara akta di bawah tangan dan akta
otentik:
- Akta otentik harus dibuat oleh atau di hadapan pejabat dan harus mengikuti bentuk dan formalitas yang ditentukan dalam undang-undang, sedang akta di bawah tangan tidak demikian.
- Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian lahir sesuai dengan asas “acta publica probant seseipsa”, sedang akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan lahir. 34
BAB
III
PEMBAHASAN
- Tangungjawab Notaris Terhadap Legalisasi Akta Di Bawah Tangan.
Pengertian notaris
berdasarkan bunyi Pasal 1 butir 1 jo Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang
nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris untuk selanjutnya disebut
dengan UUJN menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang.
Dalam melakukan
tugas profesionalnya seorang notaris harus mempunyai integritas
moral, dalam arti segala pertimbangan moral harus melandasi
pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya. Sesuatu yang bertentangan
dengan yang baik harus dihindarkan walaupun dengan melakukanya, ia
akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi. Perimbangan moral dalam
melaksanakan tugas profesi tersebut, harus diselaraskan dengan
nilai-nilai dalam masyarakat, niali-nilai sopan santun, dan agama
yang berlaku. Tidak penting bahwa seorang hanya memiliki kemampuan
profesional yang tinggi, tetapi ia baru mempunyai arti apabila
disamping mempunyai kemampuan profesional adalah seorang yang
bermoral.35
Seorang notaris yang
bertanggung jawab secara profesional terhadap profesinya maka ia
mencintai profesinya sebagai tugas mulia akan menjunjung tinggi etika
profesi, bahwa lewat profesi hukum ia mau mengabdi kepada sesama
sebagai idealismenya. Ia dihormati dan dipercayai oleh pencari
keadilan bukan semata-mata karena bobot dan kualitas penguasaan hukum
yang dimilikinya atau kehandalan kemampuan intelektual dan ilmu
hukumnya, melainkan karena ia juga memiliki integritas diri sebagai
pengawal konstitusi, hak asasi manusia, kebenaran dan keadilan
sebagai komitmen moral profesinya. Dalam hal ini ia harus membina
relasi atas dasar saling menghargai dan saling percaya. Dalam
menjalankan profesinya ia mempertimbangkan kewajibanya kepada hati
nuraninya sendiri, kepada klien, kepada sumpah profesi, dan rekan
seprofesi. Dengan begitu, akan terbentuk suatu kesadaran hukum yang
berkeadilan pada diri profesional hukum.
Selain itu notaris
dalam melakukan tanggung jawabnya harus sesuai dengan peraturang yang
berlaku terutama terhadap UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris yang mengatus semua perbuatan administrasi notaris dalam
melakukan tugas dan tanggungjawabnya. Dalam UUJN selain mengatur
mengenai tugas dan tanggung jawab notaris tersebut, terdapan juga
larangan dan kewajiban yang harus di taati oleh notaris.
Terhadap Surat di
bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris, maka notaris bertanggung
jawab atas 4 (empat) hal:
- Dentitas
- Notaris berkewajiban meneliti identitas pihak-pihak yang akan menandatangani surat/akta di bawah tangan (KTP, Paspor, SIM), atau diperkenalkan oleh orang lain.
- meneliti apakah cakap untuk melakukan perbuatan hukum
- meneliti apakah pihak-pihak yang berwenang yang menandatangani surat/akta
- Isi Akta Notaris wajib membacakan isi akta kepada pihak-pihak dan menanyakan apakah benar isi akta yang demikian yang dikehendaki pihak pihak.
- Tandatangan
Mereka
harus menandatangani di hadapan notaris
- Tanggal
Membubuhi
tanggal pada akta di bawah tangan tersebut kemudian dibukukan ke buku
daftar yang telah disediakan untuk itu.”36
Dengan demikian
pertanggungjawaban Notaris Notaris atas kebenaran akta di bawah
tangan yang dilegalisainya adalah kepastian tanda tangan artinya
pasti bahwa yang tanda tangan itu memang pihak dalam perjanjian,
bukan orang lain.
Pada dasarnya tugas seorang notaris adalah membuat akta otentik
dimana akta tersebut dapat menjadi suatu bukti yang sah bila terjadi
sengketa. Dan dilarang mengirimkan akta kepada klien-klien untuk
ditanda tangani. Sebelum melakukan pekerjaan yang diminta oleh klien
maka seorang notaris memberikan penyuluhan kepada klien, sejauh
mungkin sehingga klien tersebut dapat menangkap/memahami penyuluhan
tersebut, walaupun dengan diberikan penyuluhan urung membuat akte
atau urung menjadi klien dari notaris yang bersangkutan. Dan dalam
hal ini memberi syarat juga kepada klien agar tidak terjerumus dalam
kesalahan.
Tanggung jawab profesional seorang notaris pada pihak ke tiga juga
apabila seorang notaris memperoleh seorang klien untuk membuat suatu
akte maka harus didahului dengan penyuluhan agar si klien mengetahuai
apa yang harus diperbuatnya, walaupun ahirnya klien tersebut urung
membuat akat otentik. Bila seorang notaries tidak di ijinkan
berbohong, tetapi kebohongan ini masing sering diucapkan karena mau
menjaring orang tersebut menjadi kliennya, sehubungan dengan fee yang
akan diperolehnya.
Perbuatan hukum yang tertuang dalam akta yang dibuat oleh notaris
bukanlah perbuatan hukum yang dilakukan notaris, namun isi dari pada
akta tersebut memuat isi perbuatan hukum yang di lakukan pihak-pihak
yang bermohon kiranya perbuatan hukum mereka dapat dituangkan dalam
suatu akta otentik. Dan oleh karena hal tersebut, dalam akta tersebut
secara formal dan mengikat telah mengatur mengenai hak dan kewajiban
para pihak yang telah melakukan perbuatan hukum tersebut. Selain itu
juga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, notaris
berwenang pula untuk melegalisasi akta di bawah tangan yang dengan
mendaftarkannya di buku khusus legalisasi akta di bawah tangan.
Dalam Pasal 1874
ayat 2 KUHPerdata menjelaskan bahwa Dengan penandatanganan sebuah
tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan
suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang
pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa
pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan
kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa
setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di
hadapan pejabat yang bersangkutan.37
Kemudian
pasal tersebut di atas diperjelas oleh Pasal 1874 a yang menyatakan
Jika pihak yang berkepentingan menghendaki, di luar hal termaksud
dalam alinea kedua pasal yang lalu, pada tulisan-tulisan di bawah
tangan yang ditandatangani, dapat juga diberi suatu pernyataan dari
seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk
undang-undang, yang menyatakan bahwa si penanda tangan tersebut
dikenalnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah
dijelaskan kepada si penanda tangan, dan bahwa setelah itu
penandatanganan dilakukan di hadapan pejabat tersebut.38
Kemudian
menurut Pasal 56 ayat 3 menyatakan bahwa Surat di bawah tangan yang
disahkan atau dilegalisasi, surat di bawah tangan yang didaftar dan
pencocokan fotokopi oleh Notaris wajib diberi teraan cap/stempel
serta paraf dan tanda tangan Notaris.
Dari
uraian tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa notaris merupakan
pejabat yang berwenang untuk melakukan pengesahan atau menglegalisasi
akta di bawah tangan. Dan akta di bawah tangan yang telah di
legalisasi oleh notaris merupakan suatu alat bukti yang sempurna
setara dengan akta otentik. Oleh karena itu legalisasi akta di bawah
tangan yang dilakukan oleh notaris haruslah dipertanggungjawabkan
kebenaranya oleh notaris atau pejabat yang mengesahkan akta di bawah
tangan tersebut.
Dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya sering kali notaris melakukan
pelanggaran. Untuk itu setiap perbuatan yang dilakukan oleh notaris
haruslah dengan teliti, agar terhindar dari kesalahan bahkan
kelalaian yang akan terjadi. Apabila dalam tugas dan tanggungjawab
pembuatan akta tersebut terjadi permasalahan, maka notaris dapat
dipanggil untuk menjadi saksi bahkan apabila dalam pemeriksaan notari
terbukti bersalah, maka dapat dikenakan sanksi. Untuk itu setiap
perbuatan yang dilakukan notaris berkaitan dengan pembuatan akta,
maka notaris tersebut haruslah bertanggung jawab atas permasalahan
tersebut, bai sebagai saksi, maupun tersangka. Pertanggungjawaban
notaris dapat berupa pertanggungjawaban secara admistrasi, perdata
bahkan juga pidana.
Dalam
hal pertanggung jawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya atau
yang dilegalisasikan olehnya, dia harus bertanggung jawab atas
perbuatannya tersebut apabila timbul permasalahan atasnya.
Pasal
84 UUJN menjelaskan bahwa Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh
Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48,
Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu
akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan
atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi
pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti
rugi, dan Bunga kepada Notaris.39
Dalam pasal ini menjelaskan bahwa notaris bertanggungjawab secara
perdata apabila notaris tersebut melakukan pelanggaran terhadap
legalisasi akta di bawah tangan. pertanggungjawaban tersebut berupa
ganti rugi.
Selain notaris
bertanggungjawab secara perdata, dijuga bertanggungjawab secara
administrasi atau bertanggungjawab kepada instansi.
Pertanggung jawaban
secara administrasi diatur dalam Pasal 2 yaitu, Notaris diangkat dan
diberhentikan oleh menteri. Pemberhentian oleh menteri tentu ada
alasan pasti dan sah. Dalam Pasal 9 huruf c dan d, menjelaskan bahwa
notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena, melakukan
perbuatan tercela atau melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan
larangan jabatan. Pemberhentian sementara Notaris sebagaimana
dimaksud pada di atas dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis
Pengawas Pusat. Pemberhentian sementara berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf c dan huruf d
berlaku paling lama 6 (enam) bulan. Notaris yang diberhentikan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c atau
huruf d dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri setelah
masa pemberhentian sementara berakhir.
Dalam Pasal 85 UUJN menjelaskan bahwa; Pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal
16 ayat (1). huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat (1)
huruf d, Pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal
16 ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1)
huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal
17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal
59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa:
- teguran lisan;
- teguran tertulis;
- pemberhentian sementara;
- pemberhentian dengan hormat; atau
- pemberhentian dengan tidak hormat.40
Misalkan Dalam Pasal
58 ayat 1 menjelaskan bahwa otaris membuat daftar akta, daftar surat
di bawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan yang
dibukukan, dan daftar surat lain yang diwajibkan oleh Undang-Undang
ini. Dikaitkan dengan pasal 58 pelanggaran pada pasal tersebut,
notaris dapan dikenakan sanksi pemberhentian dari jabatannya apabila
kesalahannya sangatlah fatal.
Selain sanksi
perdata dan administrasi, notaris dapat dikenakan dengan pertanggung
jawaban pidana. Dalam UUJN tidak mengatur tentang sanksi pidana
terhadap pelanggaran notaris, namun pelanggaran tersebut dapat
dituntut melalui KUHPidana. Terhadap tugas jabatan yang disandang
Notaris, dapat dikualifikasikan pelanggaran dilakukannya berkaitan
dengan tugas jabatannya teresebut, adalah Pasal 263 ayat (1) dan (2),
Pasal 264, Pasal 266 serta Pasal 55 dan 56 ayat (1) dan (2)
KUHPidana. Dan pertanggung jawabannya adalah sebagai berikut :
Pasal 263 ayat (1)
Barangsiapa membuat
surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak
sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang atau
yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan
dengan maksud itu, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan,
maka kalau menggunakannya dapat mendatangkan suatu kerugian dihukum
karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya 6
tahun.41
Dalam pasal
tersebut, bagi Notaris yang melakukan pemalsuan surat, maka
pertanggungjawaban pidananya adalah hukuman penjara selama-lamanya 6
(enam) tahun.
Pasal
264 ayat (1)
- Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
- akta-akta otentik;
- surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
- surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
- talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
- surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan. 42
Dalam pasal ini
dijelaskan bahwa apabila notaris melakukan hal-hal yang telah
disebutkan di atas, maka dapat dipidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun.
Pasal 266 ayat (1)
Barang siapa
menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik
mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta
itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai
akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam,
jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun;43
Pasal
55
- Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
- mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
- mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
- Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal
56
Dipidana sebagai
pembantu kejahatan:
- mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
- mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
Pada pasal 55 dan 56
di atas menjelaskan mengenai pernyertaan tindak pidana, dimana
apabila dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab Notaris, maka
apabila Notaris tersebut dalam tugas jabatannya melanggar pasal-pasal
tersebut diatas, maka dapat dikenakan pidana.
Jelasnya
tanggungjawab notaris yaitu berkaitan dengan pelaksanaak tugas dan
tanggungjawabnya terhadap pengesahan akta di bawah tangan sesuai
dengan prosedur yang berlaku sesuai ketentuan yang berlaku. Namun
apabila dalam pengesahan akta di bawah tangan tersebut notaris
melakukan pelanggaran, maka kepadanya dapat dikenakan sanksi, untuk
itu notaris bertanggung jawab atas perbuatanya tersebut. Dalam hal
legalisasi, notaris dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi
apabila notaris melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian kepada
para pihak yang berkepentingan.
- Kekuatan Akta Di Bawah Tangan Yang Telah Dilegalisasikan Oleh Notaris.
Menurut Pasal 1867
KUH Perdata menentukan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan
dengan tulisan-tulisan otentik, maupun dengan tulisan-tulisan di
bawah tangan. jadi akta sebagai bukti terdiri dari akta di bawah
tangan dan akta otentik.44
Di
dalam Staatblad 1867 No. 29 dimuat suatu peraturan tentang aktakata
di bawah tangan menyatakan sebagai berikut :
“Sebagai
surat surat di bawah tangan dipandangnya akta-akta yang
ditandatangani di bawah tangan surat-surat register, catatan-catatan
mengenai rumah tangga dan lain lain tulisan, yang dibuat tidak dengan
memakai perantaraan seorang pegawai umum.”
Akta di bawah tangan
pada dasarnya adalah suatu akta yang dibuat oleh para pihak untuk
suatu kepentingan atau tujuan tertentu tanpa mengikutsertakan pejabat
yang berwenang. Jadi dalam suatu akta di bawah tangan, akta tersebut
cukup dibuat oleh para pihak itu sendiri dan kemudian ditandatangani
oleh para pihak tersebut, misainya kwitansi, surat perjanjian
utang-piutang, ketidakikutsertaan pejabat yang berwenang inilah yang
merupakan perbedaan pokok antara akta di bawah tangan dengan akta
otentik.
Berkaitan dengan
tugas notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta otentik yang diangkat oleh
pemerintah, tentunya mempunyai peran yang sangat penting dalam
melegalisasikan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang
atapun korporasi. Seseorang notaris dalam melakukan pendaftaran
waarmmerking
dan
mensahkan legalisasi
surat-surat
atau akta-akta yang dibuat di bawah tangan.45
Pasal 15 ayat 2
huruf a UUJN yang mengatur tentang legalisasi berbunyi:
“Notaris
berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan
kepastian
tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus”;
Akta
di bawah tangan baru mempunyai kekuatan pembuktian formal, jika tanda
tangan di bawah akta itu diakui/ tidak disangkal kebenarannya. Dengan
diakuinya keaslian tanda tangan pada akta di bawah tangan, maka
kekuatan pembuktian formal dari akta di bawah tangan itu sama dengan
kekuatan
pembuktian formal
dari akta otentik. Suatu
akta di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa akta itu
hendak dipakai, atau dengan cara menurut undang-undang dianggap
sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang mendapat hak
daripada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta otentik.46
Pada
ambtelijke
akten,
pejabat pembuat aktalah yang menerangkan apa yang dikonstatia oleh
pejabat itu dan menuliskannya dalam akta, dan oleh sebab itu apa yang
diterangkan oeh pejabat tadi telah pasti bagi siapapun, sepanjang
mengenai tanggal pembuatan, tempat pembuatan akta dan isi/ keterangan
dalam akta itu. Dalam partij
akten sebagai
akta otentik, bagi siapapun telah pasti bahwa pihak-pihak dan pejabat
yang bersangkutan menyatakan seperti apa yang tertulis di atas tanda
tangan mereka.47
Akta di bawah tangan
berisi juga catatan dari suatu perbuatan hukum, akan tetapi bedanya
dengan akta otentik, bahwa akta di bawah tangan tidak dibuat
dihadapan pegawai umum, melainkan oleh para pihak sendiri. Kekuatan
bukti yang pada umumnya dimiliki oleh akta otentik, tidaklah ada pada
akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan hanya mempunyai kekuatan
pembuktian formal, yaitu bila tanda tangan pada akta itu diakui (dan
ini sebenarnya sudah merupakan bukti pengakuan) yang berarti
pernyataan yang tercantum dalam akta itu diakui dan dibenarkan.
Berdasarkan hal tersebut maka isi akta yang diakui, adalah
sungguh-sungguh pernyataan pihak-pihak yang bersangkutan, apa yang
masih dapat disangkal ialah bahwa pernyataan itu diberikan pada
tanggal yang tertulis didalam akta itu, sebab tanggal tidak termasuk
isi pernyataan pihak-pihak yang bersangkutan. Berdasarkan hal
tersebut maka kekuatan akta di bawah tangan sebagai bukti terhadap
pihak ketiga mengenai isi pernyataan di dalamnya berbeda sekali
daripada yang mengenai penanggalan akta itu. Akta di bawah tangan
yang diakui merupakan suatu bukti terhadap siapapun juga, atas
kebenaran pernyataan dari pihak-pihak yang membuatnya di dalam akta
itu dalam bentuk yang dapat diraba dan dapat dilihat, akan tetapi
bahwa pernyataan. itu diberikan Pada tanggal yang tertulis dalam akta
itu, hanya merupakan suatu kepastian untuk pihak-pihak yang
menandatangani akta tersebut dan ahli waris para pihak serta
orang-orang yang menerima haknya.
Akta dibawah tangan
hanya mempunyai kekuatan pembuktian formal, yaitu bila tanda tangan
pada akta itu diakui (dan ini sebenarnya sudah merupakan bukti
pengakuan) yang berarti pernyataan yang tercantum dalam akta itu
diakui dan dibenarkan. Berdasarkan hal tersebut maka isi akta yang
diakui, adalah sungguhsungguh pernyataan pihak-pihak yang
bersangkutan, apa yang masih dapat disangkal ialah bahwa pernyataan
itu diberikan pada tanggal yang tertulis didalam akta itu, sebab
tanggal tidak termasuk isi pernyataan pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam
hal melegalisasi perbuatan hukum dengan akta di bawah tangan, Pasal
1874 mejelaskan secara umum mengenai hal tersebut Sebagai
tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang
ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register,
surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat
tanpa perantaraan seorang Pegawai umum. Dengan penandatanganan
sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu cap jempol,
dibubuhi dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang notaris
atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang darimana
ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang
ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan
kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut
dibubuhkan dihadapan pegawai umum. Pegawai ini harus membukukan
tulisan tersebut. Dengan undang undang dapat diadakan aturan-aturan
lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.48
Seperti
pada kasus perkara perdata Nomor:42/Pdt.G/2010.PN.PDG antara
PT.Suriatama Minang Lestari (Penggugat) melawan PT.Basko Minang Plaza
(Tergugat) tertanggal 22 April 2010. Yang pada saat pembuktian
tergugat mengajukan bukti T.4 (Fotocopy Perjanjian Sewa Menyewa
Nomor: 067/BMP/SP/Pdg/II/00 tanggal 18 Februari 2000, yang
dilegalisasi oleh Yuyu Tristanti SH, Notaris/PPAT di Padang). Bukti
tersebut telah diakui kebenarannya oleh penggugat dihadapan Majelis
Hakim. Dengan diakuinya bukti T4 oleh penggugat, maka kekuatan
pembuktian terhadap akta dibawah tangan yang telah dilegalisasi oleh
notaris merupakan alat bukti yang sah dan berkekuatan hukum. Dimana
perkara perdata tersebut di putuskan oleh Pengadilan Negeri Padang
dan Pengadilan Tinggi Padang dimenangkan oleh PT.Basko Minang Plaza.
Kekuatan
pembuktian legalisasi antara lain terletak pada pembubuhan tanda
tangan atau cap jempol dari orang yang datang ke hadapan notris
sehingga tanda tangan akta di bawah tangan yang dilegalisasi itu
tidak dapat disangkal kecuali notaris dituduh memberikan keterangan
palsu.
Disamakan
dengan tandatangan pada surat di bawah tangan ialah sidik jari yang
diperkuat dengan suatu keterangan bertanggal dan seorang notaris atau
pegawai lain yang ditunjuk dengan undang-undang yang menyatakan,
bahwa sidik jari yang ada pada akta itu dilakukan oleh penghadap
tersebut dihadapan notaris atau pegawai yang ditunjuk oleh
undang-undang, kemudian pegawai tersebut membukukan akta dimaksud.
Dalam hal yang berkepentingan menginginkan, dapat pula pada
suratsurat di bawah tangan diberikan keterangan yang bertanggal oleh
seorang notaris atau pegawai lain yang ditunjuk dengan undang-undang
yang menyatakan bahwa orang yang menandatangani surat itu dikenal
olehnya atau diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta itu diterangkan
dengan jelas kepada orang itu dan bahwa setelah itu akta tersebut
ditandatangani dihadapan pegawai tersebut Surat-surat di bawah tangan
yang diakui oleh orang terhadap siapa surat itu digunakannya atau
yang dianggap diakui menurut cara yang sah menjadi bukti yang cukup
seperti suatu akta otentik terhadap yang menandatanganinya dan ahli
waris mereka serta yang mendapatkan haknya Dengan demikian hakim
harus menganggap benar isi dari akta tersebut sepanjang tidak dapat
dibuktikan oleh lawan ketidakbenarannya.
BAB
IV
PENUTUP
- Kesimpulan
- Dalam Pasal 1874 ayat 2 KUHPerdata menjelaskan bahwa Dengan penandatanganan sebuah tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan. Terhadap Surat di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris, maka notaris bertanggung jawab atas 4 (empat) hal:
- Dentitas
- Notaris berkewajiban meneliti identitas pihak-pihak yang akan menandatangani surat/akta di bawah tangan (KTP, Paspor, SIM), atau diperkenalkan oleh orang lain.
- meneliti apakah cakap untuk melakukan perbuatan hukum
- meneliti apakah pihak-pihak yang berwenang yang menandatangani surat/akta
- Isi Akta Notaris wajib membacakan isi akta kepada pihak-pihak dan menanyakan apakah benar isi akta yang demikian yang dikehendaki pihak pihak.
- Tandatangan
Mereka
harus menandatangani di hadapan notaris
- Tanggal
Membubuhi
tanggal pada akta di bawah tangan tersebut kemudian dibukukan ke buku
daftar yang telah disediakan untuk itu.”
- Akta di bawah tangan hanya mempunyai kekuatan pembuktian formal, yaitu bila tanda tangan pada akta itu diakui (dan ini sebenarnya sudah merupakan bukti pengakuan) yang berarti pernyataan yang tercantum dalam akta itu diakui dan dibenarkan. Berdasarkan hal tersebut maka isi akta yang diakui, adalah sungguh-sungguh pernyataan pihak-pihak yang bersangkutan, apa yang masih dapat disangkal ialah bahwa pernyataan itu diberikan pada tanggal yang tertulis didalam akta itu, sebab tanggal tidak termasuk isi pernyataan pihak-pihak yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut maka kekuatan akta di bawah tangan sebagai bukti terhadap pihak ketiga mengenai isi pernyataan di dalamnya berbeda sekali dari pada yang mengenai penanggalan akta itu. Akta di bawah tangan yang diakui merupakan suatu bukti terhadap siapapun juga, atas kebenaran pernyataan dari pihak-pihak yang membuatnya di dalam akta itu dalam bentuk yang dapat diraba dan dapat dilihat, akan tetapi bahwa pernyataan. itu diberikan Pada tanggal yang tertulis dalam akta itu, hanya merupakan suatu kepastian untuk pihak-pihak yang menandatangani akta tersebut dan ahli waris para pihak serta orang-orang yang menerima haknya.
- Saran
- Diharapkan agar notaris lebih teliti dan serius dalam melaksanakan tanggung jawab dalam melegalisasi akta di bawah tangan karna mungkin bagi sekian banyak pemohon yang akan melegalisasi itu beritikad buruk, dan oleh karena itu banyak akibat dari kelalaian dalam melegalisasi akta tersebut menimbulkan permasalahan serius yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang terkait.
- Dalam hal pembuktian dalam pengadilan hakim juga seharusnya lebih teliti dalam memeriksa permasalahan yang berkaitan dengan hal ini terutama dalam proses pembuktian karena bisa saja legalisasi tersebut bersumber dari dokumen atau keterangan palsu. Dan berkaitan dengan kekuatan pembuktian memang akta di bawah tangan yang telah dilegalisasi notaris adalah seperti akta otentik yang mempunya kekuatan hukum sempurna dan alangkah baiknya pula dalam hal pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim harus memanggil Notaris yang bersangkutan agar dapat diminta keterangan mengenai permasalah akta tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Literatur
:
Habib
Adjie, Hukum
Notaris Indonesia,
Refika Aditama, Bandung 2011
Sjaifurrachman,
Aspek
Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta,
Bandar Maju,
Surabaya 2011
Surawardi
Lubis, Etika
Profesi Hukum,
Sinar Grafika, Jakarta 2012.
Peraturan
Perundang-Undangan
- Umum Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
- KUHPerdata
- Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
- Kode etik Notaris.
- KUHPidana.
Sumber
Lain
- Bryan A. Garner (ed.), 2009. Black’s Law Dictionary. West, ninth edition, h. 1161. Di kutip oleh Muriel Cattleya Maramis dalam skripsi yang berjudul:Tata Cara Pemanggilan Notaris Untuk Kepentingan Proses Peradilan Pidana Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuatnya.
- Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta : Raja Grafindo Perasada, 1993), Hal. 12 dikutip oleh EVIE MURNIATY dalam Tesis yang berjudul Tanggung Jawab Notaris Dalam Hal Terjadi Pelanggaran Kode Etik.
- Sidah, dalam tesis yang berjudul “Tinjauan Juridis Tentang Kekuatan Akta Dibawa Tangan Yang Telah Dilegalisasikan Oleh Notaris”, halaman 35
- Jian Semet, dalam skripsi yang berjudul “Penyidikan Terhadap Pelanggara Pembuatan Akta Oleh Notaris” Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado 2013, halaman 20
- Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1979). http://www.kaskus.co.id/thread/51d05ae51ed719d814000002/undang-undang-nomor-30-tahun-2004-tentang-jabatan-notaris/
- http://www.kaskus.co.id/thread/51d05ae51ed719d814000002/undang-undang-nomor-30-tahun-2004-tentang-jabatan-notaris/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Akta_bawah_tangan
- http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36987/4/Chapter%20II.pdf
- http://hukum.kompasiana.com/2011/03/11/tanggung-jawab-profesi-notaris-dalam-menjalankan-dan-menegakkan-hukum-di-indonesia-346670.html
- http://eprints.undip.ac.id/23773/1/SIDAH.pdf
1
Penjelasan Umum Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
2
Pasal 1868 KUHPerdata
3
Pasal 1870 KUHPerdata.
4
Soegondo Notodisoerjo, Hukum
Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan,
(Jakarta : Raja Grafindo Perasada, 1993), Hal. 12 dikutip oleh EVIE
MURNIATY dalam Tesis yang berjudul Tanggung Jawab Notaris Dalam Hal
Terjadi
Pelanggaran Kode Etik
5
Bryan A. Garner
(ed.), 2009. Black’s
Law Dictionary.
West, ninth edition, h. 1161. Di kutip oleh Muriel
Cattleya Maramis
dalam skripsi yang berjudul:Tata
Cara Pemanggilan Notaris Untuk Kepentingan Proses Peradilan Pidana
Berkaitan Dengan Akta Yang Dibuatnya
6
http://www.kaskus.co.id/thread/51d05ae51ed719d814000002/undang-undang-nomor-30-tahun-2004-tentang-jabatan-notaris/
7
Ibid
8
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
9
Pasal 1 ayat 4 Kode etik Notaris.
10
Consideran huruf c Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
11
Pasal 15 ayat 2, Ibid.
12
Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung 2011,
halaman 40
13
Pasal 15 ayat (2). Ibid..
14
Pasal 16 Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
15
Pasal 17 UUJN
16
Surawardi Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta 2012, halaman 34.
17
Habib Adjie, Op,cit,. halaman 40
18
Ibid..
19
Penjelasan umum UU 30/2004.
20
Penjelasan Umum Kode Etik Notaris.
21
Pasal 1 kode etik Notaris
22
Pasal 1,2, 3, dan 4 Kode Etik Notaris.
23
Pasal 16 53 dan 54. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris
24
Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan
Akta, Bandar Maju, Surabaya 2011, halaman 99
25
Ibid..
26
Sidah, dalam tesis yang berjudul “Tinjauan
Juridis Tentang Kekuatan Akta Dibawa Tangan Yang Telah
Dilegalisasikan Oleh Notaris”, halaman 35
27
Ibid,
28
Pasal 1 ayat 7 UU no 30 2004 tentang Jabatan Notaris
29
Jian Semet, dalam skripsi yang berjudul “Penyidikan Terhadap
Pelanggara Pembuatan Akta Oleh Notaris” Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi Manado 2013, halaman 20
30
http://id.wikipedia.org/wiki/Akta_bawah_tangan
31
Pasal 1874 KUHPerdata
32
Sjaifurrachman, op cit. Halaman 103
33
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/36987/4/Chapter%20II.pdf
34
Ibid..
35
http://hukum.kompasiana.com/2011/03/11/tanggung-jawab-profesi-notaris-dalam-menjalankan-dan-menegakkan-hukum-di-indonesia-346670.html
36
http://eprints.undip.ac.id/23773/1/SIDAH.pdf
37
Pasal 1874 ayat 2 KUHPerdata
38
ibid, Pasal 1874a
39
Pasal 84 UUJN
40
Pasal 85 UUJN
41
Pasal 263 ayat (1) KUHPidana.
42
Pasal 264 ayat (1) KUHpidana
43
Pasal 266 ayat (1) KUHPidana.
44
Sjaifurrachman, op cit. Halaman 102
45
Ibid..
46
Pasal 1875 KUH Perdata
47
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia,
(Yogyakarta: Liberty, 1979), hal. 106. 0p, cit.
http://www.kaskus.co.id/thread/51d05ae51ed719d814000002/undang-undang-nomor-30-tahun-2004-tentang-jabatan-notaris/
48
Pasal 1874 KUHPerdata.
1 komentar: