BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Negara
Indonesia merupakan salah satu Negara yang berlandaskan atas hukum (Rechtstaat) sesuai dengan UUD 1945 Pasal
1 ayat (3), (Negara Indonesia adalah
Negara hukum) dalam arti bahwa segala sesuatau yang ada di Negara Indonesia
dalam bentuk apapun sudah diatur dalam undang-undang atau aturan yang berlaku.
Salah
satu fakta hukum yaitu yang berkaitan dengan tanah yang diatur dalam UUD 1945 Pasal
33 ayat (3). Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan sumber daya
alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik yang langsung
untuk kehidupannya seperti bercocok tanam atau tempat tinggal, maupun untuk
melaksanakan usaha,, seperti untuk tempat perdagangan, industri, pertanian.
Perkebunan, pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya.[1]
Secara
konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa” Bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar
kemakmuran rakyat” ini jelas bahwa yang di maksud pada pasal 33 UUD 1945
adalah kemakmuran rakyatlah yang utamakan dalam pemanfaatan sumber daya alam
yang ada (Bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan yang terkandung didalamnya), dalam melaksanakan hal tersebut
dibidang pertanahan dikeluarkan UUPA. Dari penjelasan umum UUPA dapat diketahui
bahwa Undang-Undang ini merupakan unifikasi Hukum pertanahan.
Dalam
kaitannya dengan hal tersebut dalam rangka menjamin kepastian hak dan kepastian
hukum atas Tanah, UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan
pendaftaran tanah diseluruh Indonesia, sebagaimana yang telah diamanatkan pasal
19 UUPA. Pasal tersebut mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari pendaftaran
tanah di Indonesia, antara lain:
1) Untuk
menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
peraturan pemerintah.
2) Pendaftaran
tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
a. Pengukuran,
perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebaga alat pembuktian yang kuat.
3) Pendaftaran
tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan
lalu lintas, sosial, ekonomi serta kemunkinan penyelenggaraan, menurut
pertimbangan menteri Agraria.[2]
4) Dalam
peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran
termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut merupakan
ketentuan yang ditujukan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran diseluruh
Indonesia, yang sekaligus merupakan dasar hukum bagi pelaksana pendaftaran
tanah dalam rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas tanah yang yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Untuk itu maka setiap hak-hak atas
tanah yang tersurat dalam UUPA harus didaftarkan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas sesuai dengan Pasal
19 UUPA tahun 1960, maka perlu adanya pembentukan suatu badan atau lembaga yang
bergerak dibidang pertanahan agar tidak terjadi penyalagunaan hak-hak
pertanahan, yaitu Badan Pertanahan Nasiaonal,
Tujuan
dibentuknya Badan Pertanahan Nasional adalah untuk membuat sistem pengelolaan
masalah pertanahan di Indonesia,[3],dasar
pembentukan BPN adalah keputusan Presiden No.26 Tahun 1988. Directorat Jenderal
Agraria Departemen Dalam Negeri pun di ubah menjadi lembaga pemerintah non
departemen untuk menjadi lembaga ini, kemudian sebagai panduan operasional BPN,
pimpinan lembaga ini mengeluarkan SK No. 11/KBPN/1988 jo keputusan kepala BPN No. 1 tahun 1989 tentang organisasi dan
tata kerja BPN dipropinsi dan kabupaten/kotamadya.
Tugas Badan Pertanahan Nasional adalah
mengelolah dan mengembangkan
administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun peraturan
perundang-undangan lain yang meliputih pengaturan penggunaan, penguasaan,
pemeliharaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah. [4]
Pengurusan dan pendaftaran tanah, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan masalah
pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden.
Sedangkan fungsi dari Badan Pertanahan Nasional
adalah merumuskan kebijakan dan perencanaan penguasaan dan pengurusan tanah;
merumuskan kebijakan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan prinsip
tanah mempunyai fungsi social; melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta
pendaftaran tanah; melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah; melaksanakan
penelitian dan pengembangan dibidang pertanahan serta pendidikan dan pelatihan
pegawai dan hal-hal yang ditetapkan oleh Presiden.
Badan Pertanahan Nasional
mengupayakan solusi penyelesaian sengketa pertanahan berdasarkan peraturan
perundang-undang yang berlaku dengan memperhatikan rasa keadilan dan
menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Dalam era keterbukaan sekarang setiap aspek
pelayanan harus jelas dasar hukumnya dan transparan.untuk meminimalkan sengketa
pertanahan maka peran yang dimainkan BPN sebagai pelayanan masyarakat antara
lain:[5]
1. Menelah
dan mengolah data dan untuk menyelesaikan perkara dibidang pertanahan.
2. Menampung
gugatan-gugatan, menyiapkan bahan memori jawaban, menyiapkan memori banding,
memori/kontra memori kasasi, memori/kontra memori peninjauan kasasi atas
perkara yang diajukan melalui peradilan terhadap perorangan dan badan hukum
yang merugikan Negara.
3. Mengumpulkan
data masalah dan sengketa pertanahan.
4. Menelaah
dan menyiapkan konsep keputusan mengenai keputusan penyelesaian sengketa atas
tanah.
5. Menelaah
dan menyiapkan konsep keputusan pembatalan hak atas tanah yang cacat
administrasi dan berdasarkan kekuatan putusan.
Setelah adanya pembentukan badan yang bergerak di
bidang pertanahan, maka di wajibkan kepada seluruh penduduk atau masyarakat Indonesia
untuk melakukan pendaftaran tanah. Sesuai aturan yang berlaku sebagaimana yang
telah di muat oleh undang-undang no 5 tahun 1960 tentang undang-undang pokok
agrarian atau yang sering di singkat UUPA
pasal 19 dan peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1961( pp No 10/1961) tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah di
ubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran Tanah adalah rangkain kegiatan yang di lakukan pemerintah secarah
terus menerus, berkesinambungan dan teratur yang meliputi (i) pengumpulan, (ii)
pengolahan, (iii) pembukuan, dan (iv) penyajian serta (v) pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk (iv) pemberian surat tanda bukti
haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya,(pasal 1 angka(1) PP
No.24/ 1997).[6]
Pendaftaran tanah diselengarakan dalam rangka
memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem
publikasinya adalah sistem negatif tetap, dan mengandung unsur positif, karena
akan menhasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat,(pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2) pasal 32
ayat (2) dan pasal 38 ayat (2) UUPA)[7].
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor
: 03/G/2012/PTUN-BKL, antara Merekta
Bangun, SKM.MARS , Kewarganegaraan Indonesia, Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil, tempat tinggal Jl. Basuki Rahmat Desa Tanjung Raman Kecamatan
Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara melawan
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Tengah, Tempat
kedudukan di Kabupaten Bengkulu Tengah. Dengan objek sengketa Sertifikat Hak
Milik (SHM) Nomor 197 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten
Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor 1594/1998 Luas 20.000 m2 Atas Nama
H. Nur Said,SH. dan Sertifikat Hak Milik
(SHM) Nomor 202 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu
Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 4577/1998 Luas 3.350 m2 atas nama H. Nur
Said,SH. dengan permasalahan Sertifikat Hak Milik yang ganda atas tahan (overlopping). Dengan permasalahan singkat Sertifikat Hak Milik Nomor: 06/TP
Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Gambar
Situasi Tanah (GST)Nomor. 159/ PT/BU/1981 luas 6.210 m2 atas nama I.S Meliala,
SH, telah ditumpangi dengan Sertifikat Hak Milik Nomor: 197 Desa Talang Pauh
Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor
1594/1998 atas nama H. Nur Said, S.H.
seluas 6.210m2 dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 07/TP Desa Talang Pauh
Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Gambar Situasi Tanah
(GST) Nomor. 158/ PT/BU/1981 luas 19.200 m2 atas nama I.S Meliala.,SH, telah
ditumpangi dengan Sertifikat Hak Milik Nomor: 197 Desa Talang Pauh Kecamatan
Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 1594/1998
atas nama H. Nur Said, SH seluas 13.390 m2. Dan Sertifikat Hak Milik (SHM)
Nomor: 202 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara
dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 4577/1998 atas Nama H. Nur Said, SH, seluas 3.350
m2.
DALAM POKOK PERKARA :
-----------------------------------------------------------------------
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian dan menolak untuk selain
dan selebihnya ; ----------------------------------------------------------------------------------
2. Membatalkan Sertipikat Hak Milik Nomor: 202/Desa Talang Pauh tanggal 01
Pebruari 1999 terakhir tercatat atas nama Oloan Simanjuntak ;
------------------------
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik Nomor: 202/Desa
Talang Pauh tersebut di atas ;
-------------------------------------------------------------------
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 234.000
(dua ratus tiga puluh empat ribu rupiah)
;------------------------------------------
Demikian diputuskan oleh HERRY WIBAWA, S.H., M.H., Ketua Pengadilan Tata
Usaha Negara Bengkulu.
Bayak
putusan pengadilan khususnya Pengadilan Tata Usaha Negara yang sudah mempunyai Kekuatan
Hukum Tetap (inkrah) yang belum
mendapat tindak lanjut dari BPN (eksekusi)
karena BPN tidak ataupun lalai bahkan tidak tegas dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya dalam rangka menjamin kepastian hukum serta membela
kepentingan pemegang atau pemilik hak atas tanah tersebut. Misalnya dalam kasus
yang terjadi di Jakarta yaitu kasus tanah Meruya, dimana rencana eksekusi yang
dilakukan pemilik tanah adalah PT
Portanigra yang yang membeli tanah tersebut seluas 44 Ha sekitar tahun 1972
yang lalu dari Juhri cs sebagai koordinator penjualan tanah Rencana eksekusi
yang akan dilakukan oleh PT Portanigra mendapatkan perlawanan dari masyarakat
yang menempati tanah yang telah memiliki tanda bukti kepemilikan atas tanah
dimaksud. Juhri Cs, ternyata setelah menjual tanah tersebut kepada PT
Portanigra, menjual lagi tanah itu kepada perorangan, Perusahaan , Pemda dan
berbagai instansi. Masyarakat dan berbagai instansi yang membeli dari Juhri Cs
kemudian memiliki berbagai tanda bukti hak (sertifikat) atas tanah itu. Atas
tindakan Juhri Cs, pengadilan telah menetapkan bahwa tindakan Juhri Cs adalah
bertentangan dengan hukum, dan mereka telah dipidana pada tahun 1987 – 1989
atas perbuatan penipuan, pemalsuan dan penggelapan[8]. Melalui hal
tersebut di atas, penulis mimilih untuk menulis skripsi ini yang berjudul
“Tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional Atas Sertifikat Yang Dibatalkan PTUN”
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1.
Apa
yang menyebabkan terjadinya pembatalan sertifikat oleh PTUN?
2.
Apa
yang menjadi tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan PTUN?
3.
Bagaimana
eksekusi BPN terhadap sertifikat yang dibatalkan PTUN?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui dan memahami penyebab terjadinya pembatalan sertifikat oleh PTUN.
2. Untuk
mengetahui dan memahami tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan
PTUN.
3. Untuk
mengetahui dan memahami bagaimana eksekusi BPN terhadap sertifikat yang di
batalkan PTUN.
D. MANFAAT PENULISAN
penulisan skripsi
ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memperdalam
pemahaman dan pengetahuan agar dapat mengetahui penyebab terjadinya pembatalan
sertifikat oleh PTUN.
2. Memperdalam
pemahaman dan pengetahuan serta memberikan sumbangan pemikiran mengenai
tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan PTUN.
3. Memperdalam
pemahaman dan pengetahuan dalam bidang pertanahan mengenai eksekusi BPN
terhadap sertifikat yang di batalkan PTUN.
E.
METODE
PENELITIAN
Dalam
suatu penelitian hukum merupakan suatu keharusan untuk mengunakan suatu metode
penelitian agar lebih mudah dalam hal penyusunannya. Penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data-data sekunder
belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.
Penelitian
ini bersifat Yuridis Normatif, oleh karena didasarkan pada metode, sistematika
dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala
hukum tertentu dan menganalisisnya. Adapun yang menjadi metode-metode dalam penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan
Data
Adapun
jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
menggunakan bahan-bahan pustaka. Dengan demikian data ini bersumber dari
bahan-bahan kepustakaan yaitu :
a. Bahan
Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti Undang-Undang Dasar
atau Norma dasar, Peraturan Perundang-Undangan, Yurisprudensi, Traktat.
b. Bahan
Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti literatur-literatur rancangan Undang-Undang, hasil-hasil
penelitian, hasil-hasil karya tulis, serta makalah-makalah.
c. Bahan
Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus umum dan kamus hukum.
2. Metode
Pengolahan Dan Analisis Data
Metode yang digunakan
adalah analisis kualitatif yaitu data-data yang terkumpul berkaitan
penyelesaian sengketa sertifikat hak milik atas tanah, akan diolah dengan cara
mensistematisasikan bahan-bahan hukum yaitu dengan membuat klasifikasi terhadap
bahan-bahan hukum tersebut. Data yang diolah kemudian diinterprestasi dengan
menggunakan cara penafsiran hukum dan kontruksi hukum dan selanjutnya
dianalisis secara yuridis kualitatif, dimana menguraikan data-data yang
menghasilkan data deskriptif dalam mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
dan untuk mengungkapkan kebenaran yang ada.
F.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Adapun
skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan. Menguraikan tentang Latar
Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan,
Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab II. Tinjauan
Pustaka. Menguraikan tentang pengertian Badan Pertanahan Nasional, pengertian
Sertifikat dan pengertian Peradilan Tata Usaha Negara.
Bab III. Pembahasan. Menguraikan
Pembahasan tentang Tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan PTUN.
Bab IV. Penutup. Yang menguraikan Kesimpulan serta
Saran.
Pada akhir penulisan ini dicantumkan Daftar Pustaka
yang berisikan sumber-sumber bahan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Badan Pertanahan
Nasional
Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat BPN RI adalah Lembaga
Pemerintah non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden yang mempunyai tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara
nasional, regional, dan sektoral sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor
10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional[9].
Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.
Badan Pertanahan nasional yaitu sebuah
lembaga pemerintah non departemen di bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan.[10]
Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2006 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85
Tahun 2012, Pasal 1 ayat (1) dan (2), menjelaskan bahwa : Badan Pertanahan
Nasional merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada presiden. Badan Pertanahan Nasional dipimpin oleh
kepala.
Pasal 3 menjelaskan
bahwa ; Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Badan
Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;
b.
perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;
c.
koordinasi
kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;
d.
pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
pertanahan;
e.
penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan
pemetaan di bidang pertanahan;
f.
pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin
kepastian hukum;
g.
pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;
h.
pelaksanaan
penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus;
i.
penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau
milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan;
j.
pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
k.
kerja sama dengan
lembaga-lembaga lain;
l.
penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan
dan program di bidang pertanahan;
m.
pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
n.
pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan
konflik di bidang pertanahan;
o.
pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;
p.
penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;
q.
pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia
di bidang pertanahan;
r.
pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;
s.
pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan
dengan bidang pertanahan;
t.
pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang,
dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
u.
fungsi lain di
bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.[11]
Menurut Keppres No.174 Tahun 2000, BPN ditugaskan untuk mendampingi mentri
dalam negeri dan otonom daerah. Keppres No. 60 tahun 2001 tentang perubahan
Keppres No. 178 tahun 2000 menyatakan BPN terdiri atas kepala, wakil kepala,
sekertariat utama, 3 deputi, inspektort utama.
Dengan pemberlakuan Keppres No.110 tahun 2004, BPN memiliki wakil kepala.
Setelah lahir Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
dibuatlah Peraturan Presiden No. 10 tahun 2006 tentang BPN. Kewenangan lembaga
ini menjadi sentralistik kembali. Tapi ketetapan itu diubah lagi lewat
Peraturan Presiden No. 37 tahun 2007, yakni kewenangan pertanahan diserahkan ke
daerah.[12]
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BPN menyelenggarakan fungsi:
- Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.
- Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
- Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).
- Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik.
- Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
- Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
- Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
- Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.
- Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang telah ditetapkan.
- Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.
- Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.
dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab di bidang pertanahan, BPN membentuk
susunan organisasi sebagai berikut:
Kepala
mempunyai tugas memimpin Badan Pertanahan Nasional dalam menjalankan Tugas dan
fungsi Badan Pertanahan Nasional.[13]
Sekretariat Utama adalah unsur pembantu pimpinan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala. Secretariat Utama dipimpin
oleh secretariat utama. Secretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan
perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program administrasi dan
sumber daya di lingkungan Badan Pertanahan Nasional[14].
Deputi
Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan adalah unsure pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan
Pertanahan Nasional di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala[15].
Menyelenggarakan fungsi:
a.
perumusan kebijakan teknis di bidang survei, pengukuran,
dan pemetaan;
b.
pelaksanaan survei
dan pemetaan tematik;
c.
pelaksanaan pengukuran dasar nasional;
d.
pelaksanaan pemetaan dasar pertanahan.
Deputi Bidang Hak Tanah
dan Pendaftaran Tanah adalah unsure pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan
Pertanahan Nasional di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. [16]
Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah menyelenggarakan fungsi :
a.
perumusan kebijakan teknis di bidang hak tanah dan
pendaftaran tanah;
b.
pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;
c.
inventarisasi dan penyiapan administrasi atas tanah yang
dikuasai dan/atau milik negara/daerah;
d.
pelaksanaan pengadaan tanah untuk keperluan pemerintah,
pemerintah daerah, organisasi sosial keagamaan, dan kepentingan umum lainnya;
e.
penetapan batas, pengukuran dan perpetaan bidang tanah
serta pembukuan tanah;
f.
pembinaan teknis Pejabat Pembuat Akta Tanah, Surveyor
Berlisensi dan Lembaga Penilai Tanah.[17]
Deputi Bidang Pengaturan
dan Penataan Pertanahan adalah unsure pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan
Pertanahan Nasional di bidang pengaturan dan penataan pertanahan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. [18]menyelenggarakan
fungsi :
a.
perumusan kebijakan teknis di bidang pengaturan dan penataan
pertanahan;
b.
penyiapan peruntukan, persediaan, pemeliharaan, dan
penggunaan tanah;
c.
pelaksanaan pengaturan dan penetapan penguasaan dan
pemilikan tanah serta pemanfaatan dan penggunaan tanah;
d.
pelaksanaan
penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah
tertentu lainnya.[19]
Deputi Bidang
Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah unsur pelaksana
sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang pengendalian
pertanahan dan pemberdayaan masyarakat yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala. menyelenggarakan fungsi [20]:
a.
perumusan kebijakan teknis di bidang pengendalian
pertanahan dan pemberdayaan masyarakat;
b.
pelaksanaan pengendalian kebijakan, perencanaan dan
program penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;
c.
pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
d.
evaluasi dan pemantauan penyediaan tanah untuk berbagai
kepentingan.
Deputi Bidang Pengkajian
dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan adalah unsur pelaksana
sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang pengkajian dan
penanganan sengketa dan konflik pertanahan yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala[21].
Menyelenggarakan fungsi :
a.
perumusan kebijakan teknis di bidang pengkajian dan
penanganan sengketa dan konflik pertanahan;
b.
pengkajian dan pemetaan secara sistematis berbagai
masalah, sengketa, dan konflik pertanahan;
c.
penanganan masalah, sengketa dan konflik pertanahan
secara hukum dan non hukum;
d.
penanganan perkara pertanahan;
e.
pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah, sengketa dan
konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya;
f.
pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan yang
berkaitan dengan pertanahan;
g.
penyiapan pembatalan dan penghentian hubungan hukum
antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.[22]
Inspektorat Utama adalah unsur pengawasan
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala[23].
Menyelenggarakan
fungsi :
a.
penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional di
lingkungan Badan Pertanahan Nasional;
b.
pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan dan pengawasan
untuk tujuan tertentu atas petunjuk Kepala Badan Pertanahan Nasional;
c.
pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Utama;
d.
penyusunan laporan hasil pengawasan.[24]
B.
Sertifikat
Menurut kamus besar
bahasa Indonesia, Sertifikat adalah akta, surat keterangan, surat tanda[25].
Memper jelas pengertian umum di atas, Peraturan Peundang-undangan Republik
Indonesia mengenai pertanahan memberikan pengertian yang lebih jelas dan sah
yaitu menurut Pasal 1 ayat (20) Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Tentang Pendaftaran Tanah memberikan pengertian bahwa Sertifikat
adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf
c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas
satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam
buku tanah yang bersangkutan. [26]
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,
sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada
dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. [27]
Menurut Ali Achmad
Chomsah Sertifikat adalah surat tanda bukti yang terdiri salinan buku tanah dan
surat ukur, diberi sampul dijilid menjadi satu yang bentuknya ditetapkan oleh
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan.
Sertifikat diterbitkan
untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan
data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1).[28] Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada
pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai
pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya[29]. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah
diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang
memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya,
maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi
menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak
diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada
pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun
tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau
penerbitan sertifikat tersebut. [30]
Berbicara mengenai
sertifikat hak atas tanah untuk selanjutnya dalam tulisan ini saya sebut
saja “sertifikat tanah” – saya yakin bahwa bagi sebagian besar dari
kita, ini bukanlah suatu hal yang asing. Namun, apakah kita sudah
benar-benar memahami dan menyadari Pemegang Hak. Di dalam Buku Tanah juga
dicatat dalam hal terjadi peralihan hak atas tanah. Misalnya, apabila terjadi
transaksi jual beli, maka nama pemegang hak yang terdahulu akan
dicoret.
Dalam mejamin
kepastian hukum atas tanah, maka pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah.
Untuk itu bagi setiap orang yang menduduki atapun memiliki sebidang tanah
haruslah mendaftarkan tanahnya ke BPN.
Pendaftaran tanah
untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik Pendaftaran tanah secara sistematik
didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang
ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan
sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sporadik. Pendaftaran tanah secara
sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan. [31]
Pendaftaran
secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan.
Pendaftara tanah secara sistematik akan memuat daftar isian yang mencantumkan
peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkuta sebagai hasil
pengukuranyang diumumkan selama 30 hari yang dilakukan di kantor desa atau
kelurahan dimana tanah itu terletak, hal ini dilakukan untuk member kesempata
pada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan terhadap penerbitan
sertifikat itu.[32]
Pendaftaran tanah secara sporadik
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau
beberapa objek pendaftaran dalam bagian wilayah suatu desa atau kelurahan
secara individu atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadik ini
pelaksanaannya dapat dilakukan atas permintaan pemegang atau penerima hak yang
bersangkutan secara individu atau masal. Pendaftran tanah secara sporadik
diumumkan selama 60 hari dan pengunguman bisa dilakukan di kantor pertanahan
atau kantor desa atau kelurahan dimana tanah itu terletak dan juga bisa melalui
media massa.[33].
Dengan demikian,
maka makna sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat yang materinya harus
diterima sebagai data yang benar baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun
dalam sengketa di pengadilan.
Dalam hal menindak lanjuti kegiatan tersebut di
atas, maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftran Tanah yang merupakan dasar untuk penyelenggaraan
pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Pemerintah dalam hal
ini oleh Badan Pertanahan Nasional bagi kepentingan masyarakat, dengan tujuan
pendaftaran tanah adalah sebagai berikut:
a.
Untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,
satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
b.
Untuk menyediakan
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah
terdaftar;
c.
Untuk terselenggaranya
tertib administrasi pertanahan.[34]
Badan Pertanahan Nasional Repulik Indonesia
melaksanakan kegiatan administrasinya yaitu pendaftaran tanah. Adapun
tahap-tahap pendaftaran tanah dapat disebutkan dalam urutan seperti berikut : Pertama,
mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional; kedua, penetapan batas-batas oleh pemegang hak (pemilik); ketiga, penetapan batas bidang tanah oleh Badan Pertanahan Nasional
atau Panitia Ajudikasi; keempat,
pengukuran dan pemetaan dalam peta dasar pendaftaran; kelima, pembuatan daftar tanah; keenaam,
pembuatan surat ukur; ketujuh,
pembuktian dan pembukuan hak; dan yang kedelapan,
penerbitan sertifikat dan penyajian data fisik dan data yuridis serta
penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Sebagai alat bukti yang kuat maka
sertifikat mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Menjamin
kepastian hukum karena dapat melindungi pemilik sertifikat terhadap gangguan
pihak lain serta menghindarkan sengketa dengan pihak lain.
2. Mempermudah
usaha memperoleh kredit dengan tanah bersertifikat sebagai jaminan.
3. Dengan
adanya surat ukur dalam sertifikat maka luas tanah sudah pasti, sehingga untuk
penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan lebih adil.
C. Pengadilan
Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa
disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat
Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata
Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi
wilayah Kota atau Kabupaten.[35] Disamping
istilah PTUN atau Pengadilan Tata Usaha Negara dikenal juga istilah Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)
diciptakan untuk menyelesaikan sengketa
antara pemerintah dan warga Negaranya, yakni sengketa yang timbul sebagai
akibat dan adanya tindakan-tindakan pemerintah yang di anggap melanggar hak-hak
warga negarnya. Tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah:
1
Memberikan perlindungan
terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu.
2
Memberikan perlindungan terhadap
hak-hak masyarakat yang di dasarkan kepada kepentingan bersmama dari individu
yang hidup dalam masyarakat tersebut. (keterangan pemerintah dihadapan Sidang
Paripurna DPR-RI Mengenai RUU-PTUN tanggal 29 April 1986).
Dengan demikian fungsi dari Peradilan Tata Usaha Negara sebenarnya adalah sebagai sarana untuk
menyelesaikan konflik yang timbul antara pemerintah (Badan Pejabat Tata Usaha
Negara , vide Pasal 1 angka 2 dan 6)dengan rakyat (Orang tu Badan Hukum
Perdata, asal 1 angka 4, Pasal 48 dan pasal 53) senbagai akibat di keluarkan
atau tidak dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara(Pasal 1 angka 3, Pasal 2,
Pasal 3 dan Pasal 149).[36]
Dari
pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PTUN merupakan
lembaga peradilan, jadi merupak suatu lembaga
Peradilan Tata Usaha Negara sedangkan PERATUN sendiri merupakan suatu sistem
atau lebih condong pada prosesnya. Pengadilan ditujukan kepada badan atau wadah yang memberikan peradilan,
sedangkan peradilan menunjukkan kapada proses untuk memberikan keadilan dalam
rangka menegakkan hukum (“het rechtspreken”).
Pengadilan Tata Usaha Negara, bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama. Pengadilan
Tata Usaha Negara dibentuk dengan Presiden, dan sebagai Pengadilan Tata Usaha
Negara yang pertama dibentuk berdasasarkan Keputusan Presisen Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 1990, adalah Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta,
Medan, Palembang, Surabaya, dan Ujung pandang. Sebagai kelanjutannya, dengan
Keputusan Tata Usaha Negara di Semarang, Bandung, dan Padang.[37]
Susunan pengadilan terdiri atas pimpinan hakim anggota, paintera,
dan sekretaris. Pimpinan pengadilan terdiri atas seorang ketua dan seorang
wakil. Menurut pasal 5 ayat (2), kekuasaan kehakiman di lingkungan Pengadilan
Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkama Agung sebagai pengadilan Negara
tertinggi.
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan dikota atau kabupaten,
sedangkan pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota
provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
Pembinaan teknis peradilan, organisasia, administrasi, administrasi
dan financial pengadilan dilakukan oleh Mahkama Agung. Pembinaan sebagaimana
dimaksud di atas tidak bole mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan
memutuskan sengketa Tata Usaha Negara(pasal 7 UU No.9 Tahun 2004).[38]
Subjek dan sengketa Tata Usaha Negara, sesuai pasal 1 angka (4)
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara menjelaskan bahwa subjek TUN adalah
orang atau badan hukum privat di satu pihak dan badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara di lain pihak, artinya sesuai pasal 53 ayat 1 angka (4) menyebutkan
bahwa seorang atau badan hukum perdata yang merasa di rugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan
yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara itu
dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan atau rehabilitas.[39]
Objek sengketa Tata
Usaha Negara adalah keputusan yang di keluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatau penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisikan tindakan
hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seorang atau badan hukum perdat (pasal 1 angka 3).
Unsur-unsur pengertian
istilah KTUN sebagai objek sengketa TUN menurur Undang-undang Peradilan Tata
Usaha Negara ialah:
1.
Penetapan
tertulis adalah merupakan suatu istilah terutama kepada isi dan bukan kepada
bentuk keputusan yang di keluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.[40]
2.
Dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, yang di maksud dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat di pusat dan daerah yang
melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif.
3.
Berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang
dimaksud dengan tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah perbuatan hukum Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan hukum Tata
Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain.
4.
Bersifat
konkrit, individual, dan final, yang di maksud bersifat konkrit yaitu objek
yang di putuskan dalam keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi
berwujud. Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara tidak di
tujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.
Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat
hukum.
5.
Menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata artinya perbuatan hukum
yag diwujudkan pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat
itu dapat menimbul hak atau kewajiban pada seseorang atau badan hukum perdata.
BAB
III
PEMBAHASAN
1. Penyebab
Terjadinya Pembatalan Sertifikat Oleh PTUN.
Ada sebab pasti ada
akibat. Untuk itu pembatalan sertifikat yang dilakukan oleh PTUN diawali dengan
munculnya keputusan tata usaha yang merugikan pihak lain yaitu sertifikat.
Untuk itu atas keputusan tata usaha yang merugikan tersebut, maka muncullah apa
yang dinamakan sengketa.
Keputusan atau ketetapan harus
dibatalkan apabila keputusan tersebut bertentangan dengan udang-undang, dan
kepentingan umum. Seperti dalam Pasal 53 ayat (2) UU Peradilan Tata Usaha
Negara mengenai alasan pengajuan gugatan yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan TUN dapat berupa keputusan
yan sah atau sesuai dengan prosedur yang seharusnya atau legal, tapi ada juga
keputusan yang tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya tau ilegal.
Keputusan yang tidak sesuai dengan prosedur tersebut dapat dikatakan dengan
cacat adminstrasi ataupun cacat hukum. Keputusan yang tidak sah tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang tidak sah dapat dibatalkan yaitu dengan mengajukan
gugatan kepengadilan dengan alasan-alasan atau dasar gugatan.
Pengertian sengketa pertanahan
dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa
Pertanahan, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 1/1999, yaitu :
“Perbedaan
pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak,
pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan
penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa
mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh
status hukum tanah tersebut.”[41]
Sengketa
pertanahan khususnya sengketa yang berkaitan langsung dengan sertifikat hak
milik, merupakan sengketa Hukum
Administrasi Negara. Terjadinya suatu sengketa karena adanya objek yang
disengketakan, artinya ada pangkal tolak sengketa yang timbul akibat adanya
tindakan hukum pemerintah. Di dalam kepustakan hukum administrasi,
sengketa yang terjadi disebut sengketa administrasi, karena objek yang menjadi sengketa adalah
keputusan administrasi (beschikking),
yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.[42]
Di dalam hukum
positif Indonesia, kedua alat ukur dimaksud dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, Pasal 53 Undang-Undang dimaksud
memuat alasan-alasan yang digunakan untuk menggugat pemerintah atas keputusan
Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan yang menimbulakan kerugian bagi pihak yang
terkena Keputusan Tata Usaha Negara dimaksud. Secara lengkap Pasal 53 dimaksud adalah
sebagai berikut:
Pasal 53
(1)
Orang atau badan
hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata
Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang
yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu
dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan/atau direhabilitasi.
(2)
Alasan-alasan yang
dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b.
Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan
yang baik.[43]
Dari sekian banyak permasalahan dalam pertanahan
lebih dinominasi sengketa yang berorientasi pada sertifikat. Seperti kita ketahui bersama bahwa, sertifikat merupakan surat resmi yang dibuat dan dikeluarkan
oleh pemerintah untuk memberikan kepastian terhadap status kepemilikan tanah,
dan juga berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertifikat tanah merupakan output
atau produk dari pada Badan Pertanahan
yang bersifat konkrit, individual dan final.
Sengketa pertanahan yang sering
mengakibatkan PTUN menjatuhkan putusan pembatalan atas sertifikat adalah sengketa
kepemilikan atas tanah. penerbitan sertifikat yang dilakukan deangan itikad
buruk atau secara melawan hukum. Asal mula terjadinya permasalahan tersebut
dapat diuraikan mulai dari pendaftaran tanah sampai diterbitkannya sertifikat,
dan oleh karena sertifikat tersebut, maka terjadilah sengketa kepemilikan atas
tanah lebih khusus lagi permasalahan atas Sertifikat. Administrasi pertanahan
yang kurang tertib juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadi sengketa
pertanahan. Bukti penguasaan tanah yang tidak jelas dan tidak ada
dokumentasinya akan mengakibatkan pertikaian antar warga dalam memperebutkan
hak atas tanah. Sengketa sertifikat yang terjadi akibat kesalahan atau
kelalaian Badan Pertanahan Nasional. Sengketa sertifikat hak milik atas tanah
merupakan sengketa yang terjadi atas status keabsahan sertifikat hak milik yang
dipunyai seseorang atau badan hukum perdata. Untuk itu pembatalan sertifikat
oleh PTUN, dilakukan terhadap sertifikat yang memiliki sengketa, misalnya
kasus-kasus seperti sengketa Sertifikat Ganda dan Sertifikat Asli Tapi Palsu
(cacat hukum dan administrasi). Semua permasalahan ini muncul pada proses
pendaftaran tanah. Kasus-kasus tersebut di atas merupakan penyebab terjadinya
pembatalan sertifikat oleh BPN.
Untuk permasalahan tersebut di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sertifikat
Ganda
Yang dimaksud dengan Sertifikat
Ganda adalah surat keterangan kepemilikan (dokumen)
dobel yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional yang mengakibatkan adanya
pendudukan hak yang saling bertindihan antara satu bagian atas sebagian yang
lain.[44] Maka
dapat disimpulkan bahwa Sertifikat Ganda adalah sertifikat-sertifikat yang
menguraikan satu bidang tanah yang sama. Jadi dengan demikian satu bidang tanah
diuraikan dengan 2 (dua) sertifikat atau lebih yang berlainan datanya. Hal
semacam itu disebut pula Sertifikat Tumpang Tindih, baik sebagian maupun
keseluruhan tanah tersebut.
Terdapat pula
kasus dimana sebidang tanah oleh Kantor Pertanahan diterbitkan lebih dari satu
sertifikat, sehingga
mengakibatkan ada pemilikan bidang tanah hak saling bertindihan, seluruhnya
atau sebagian. Hal ini terjadi
antara lain sebagai akibat kesalahan penunjukkan batas tanah oleh
pemohon/pemilik sendiri sewaktu petugas Kantor Pertanahan melakukan pengukuran
atas permohonan yang bersangkutan.
Sertifikat ganda disebabkan karena
Badan Pertanahan Nasional tidak teliti dalam melakukan pendaftaran tanah. Kerjasama yang baik antara Badan
Pertanahan Nasional dan Pejabat Adminstrasi terkait sangatlah membantu dalam
upaya pencegahan terjadinya sertifikat ganda. Biasanya sertifikat ganda atas
tanah terjadi dalam proses pendaftaran tanah pertama kalinya karena biasanya
dokumen awal yang dimasukkan adalah Bukti Girik dan Bukti Pembayaran Pajak oleh
si pemohon, dan juga hanya berdasarkan keterangan lurah ataupun saksi yang
mempunyai tanah yang berbatasan dengan tanah milik pemohon. Hal-hal yang juga
dapat mengakibatkan terjadinya sertifikat ganda adalah faktor kebutuhan ekonomi
dan moral yang buruk sehingga setiap orang karena kepentingan juga karena
ditunjang dengan moral yang buruk, sengaja dengan melawan hukum melakukan
perbuatan yang merugikan orang lain.
2. Sertifikat
Asli Tapi Palsu.
Berdasarkan beberapa kasus mengenai sertifikat hak atas tanah terungkap bahwasanya
terdapat penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang ternyata surat-surat bukti sebagai dasar penerbitan sertifikat tidak benar atau dipalsukan.[45] Berdasarkan
beberapa kasus mengenai sertifikat hak atas terungkap bahwa terdapat penerbitan sertifikat oleh Kantor
pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang ternyata surat-surat bukti sebagai dasar
penerbitan sertifikatnya tidak benar atau dipalsukan.[46]
Seperti kita ketahui bersama, bahwa penerbitan sertifikat bukan saja dilakukan
oleh BPN, tapi juga ada dokumen-dokumen yang harus diurus oleh pejabat
administrasi terkait, seperti Lurah, Camat, Notaris/PPAT, adakalahnya dalam
proses pembuatan dokumen di pejabat administrasi terkait, mereka melakukan
pemalsuan dokumen-dokumen tersebut. Sertifikat semacam ini tentunya harus
dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku dan ditarik dari peredaran. Sertifikat jenis ini adalah produk
dari BPN itu sendiri, tapi dokumen-dokumen pendukungnya sengaja dipalsukan.
Sertifikat
asli tapi palsu disebabkan oleh karena, Kurang telitinya Badan Pertanahan
Nasional dalam memeriksa dokumen pendaftaran tanah, merupakan faktor utama yang
menyebabkan terjadinya sertifikat asli tapi palsu. Koordinasi atau kerjasama
yang kurang baik antara Badan Pertanahan Nasional dan Pejabat Administrasi
terkait, sehingga pejabat-pejabat administrasi terkait lainnya memandang
sebelah mata Badan Pertanahan Nasional, dan akibatnya oleh oknum-oknum
tertentu yang beritikad buruk menggunakan kesempatan ini untuk penerbitan
sertifikat.
Dari permasalahan-permasalahan
tersebut, undang-undang memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak
yang merasa dirugikan oleh karena keputusan tersebut untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Pasal 48 ayat (1) menyebutkan:
Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
diberi wewenang
oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administrasi Sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka Sengketa Tata Usaha
Negara tersebut harus diselesaikan secara administratif yang tersedia.
Sengketa Tata Usaha Negara diselesaikan dengan 2 (dua) cara
yakni :
1. Melalui
Upaya Adminitrasi (vide Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986).
Cara
ini merupakan prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila
tidak puas terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara.
Bentuk
upaya administrasi adalah :
a. Banding
Administrasi, yaitu
penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau
instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan. Prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang
tidak puas terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang penyelesaiaan sengketa Tata
Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara tersebut dilakukan oleh atasan dari Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara mengeluarkan Keputusan itu, atau instansi lain dari Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan yang tersebut.
Biasanya banding administrasi dilakukan dengan prosedur pengaduan surat banding
administrasi (administratief beroep) yang
ditujukan kepada atasan pejabat atau instansi lain dan Badan/Pejabat Tata Usaha
Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan.[47]
b. Keberatan,
yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri yang dilakukan
oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan itu. Prosedur upaya administrasi yang
dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap
Keputusan Tata
Usaha Negara yang penyelesaiaan sengketa Tata
Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara tersebut dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara mengeluarkan Keputusan itu.
Upaya penyelesaian sengketa sertifikat atas tanah melalui upaya
administrasi dapat dilakukan dengan mekanisme, melakukan pengaduan atau
permohonan kepada pihak Badan Pertanahan
Nasional, bahwa telah terjadi permasalahan
sertifikat tanah. Setelah Badan Pertanahan menerima
laporan, maka Badan Pertanahan Nasional akan segera mengecek
semua data-data yang ada di kantor Badan Pertanahan Nasional serta memeriksa
bukti-bukti yang ada yaitu data fisik dan data yuridis serta dokumen-dokumen
lain yang terkait. Setelah semua berkas telah diperiksa, Badan Pertanahan
Nasional akan melakukan penyelesaian atas permasalahan tersebut dengan jalan
melakukan mediasi atau musyawarah melalui instansi atau Badan Pertanahan
Nasional itu sendiri dengan menunjuk seorang mediator yaitu Kepala Badan
Pertanahan Nasional. Dan apabila dalam upaya administrasi telah mendapat
penyelesaian secara damai, maka Badan Pertanahan Nasional akan segera
melaksanakan putusan dalam tahap upaya administrasi tersebut. Apabila dalam
upaya administrasi tersebut terbukti bahwa salah satu pihak melakukan pemalsuan
sertifikat atau pemalsuan keterangan bahkan dokumen-dokumen terkait lain, maka
dengan segera Badan Pertanahan Nasional Membatalkan ataupun mencabut sertifikat
tersebut.
2. Melalui
Gugatan
Subjek
atau pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada dua pihak yaitu
:
a. Penggugat
yaitu, seseorang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan dengan
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh badan atau
pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun di daerah.
b. Tergugat
yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah merupakan
badan atau instansi yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara
Tata Usaha Negara. Perkara Tata Usaha Negara bermula dari adanya Keputusan
Badan Tata Usaha Negara yang merugikan salah satu pihak, yang terlebih dahulu
sudah atau harus melalui upaya administrasi.
B.
Tanggung
Jawab BPN atas Sertifikat Yang Dibatalkan PTUN
Hak merupakan kekuasaan, kewenangan,
kepentingan yang dilindungi hukum. Didalam hukum Indonesia, mengatur mengenai
hak atas kebendaan baik benda bergerak, maupun tidak bergerak. Kepemilikan
benda khususnya benda tidak bergerak harus dibuktikan keabsahan kepemilikan
atas benda tersebut. Kepemilikan hak atas tanah dapat dibuktikan dengan
sertifikat hak milik atas tanah, dimana sertifikan sebagai dokumen penting dan
sah sebagai bukti dan dasar kepastian hukum kepemilikan atas tanah.
Sertifikat
merupakan produk hukum Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Badan Pertanahan
Nasional, oleh karenanya BPN bertanggung jawab atas segalah permasalahan yang
terjadi berkaitan degan sertifikat atas tanah. Sertifikan merupakan tanda bukti
hak kepemilikan atas tanah.
Pembatalan hak atas tanah berdasrkan ketentuan Pasal 1
angka 12 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999, yaitu :
“Pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas
tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau
melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.”
Jadi
pembatalan sertifikat atas dasar cacat hukum administratif dan Melaksanakan
putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sesuai dengan ketentuan
Pasal 105 PMNA/ Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 pembatalan hak ats tanah
dilakukan dengan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional atau melimpahkan
kepada Kantor Wilayah atau pejabat yang ditunjuk. Jadi pada prinsipnya hak atas
tanah hanya dapat dibatalkan dengan surat keputusan pembatalan yang kewenangan
penerbitannya sesuai dengan pelimpahan wewenang yang diatur dalam PMNA/ Kepala
BPN Nomor 9 tahun 1999.
Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum
administratif, menurut Pasal 107 PMNA/ Kepala BPN No. 9 tahun 1999, diterbitkan
apabila terdapat :
1.
Kesalahan
Prosedur;
2.
Kesalahan
penerapan peraturan perundang-undangan;
3.
Kesalahan
Subyek hak;
4.
Kesalahan
obyek hak;
5.
kesalahan
jenis hak;
6.
kesalahan
perhitungan luas;
7.
terdapat
tumpang tindih hak atas tanah;
8.
terdapat
ketidakbenaran pada data fisik dan/atau data yuridis; atau
9.
Kesalahan
lainnya yang bersifat hukum administratif.
Pembatalan hak atas
tanah karena cacat hukum adminisi yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang,
atas dasar :
1.
Permohonan
pemohon
Pembatalan hak
atas tanah karena cacat hukum administrasi yang diterbitkan :
a.
Pengajuan
permohonan pembatalan diajukan secara tertulis, dapat diajukan langsung kepada
Kepala Badan Pertanahan Nasional Atau Melalui Kepala Kantor Pertanahan yang
memuat :
1.
Keterangan
mengenai diri pemohon.
-
Perorangan
: Nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan disertai foto copy surat
bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan.
-
Badan
Hukum : nama, tempat, kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya disertai foto
copynya
2.
Keterangan
mengenai tanahnya meliputi data yuridis dan data fisik :
-
memuat
nomor dan jenis hak disertai foto copy surat keputusan dan atau sertipikat
-
letak,
batas, dan luas tanah disertai foto copy Surat Ukur atau Gambar Situasi
-
Jenis
penggunaan tanah ( pertanian atau perumahan)
3.
Alasan
permohonan pembatalan disertai keterangan lain sebagai data pendukungnya.
b.
Atas
permohonan dimaksud, pejabat yang berwenangmenerbitkan surat keputusan pembatalan hak atau penolakan
pembatalan hak dan disampaikan kepada pemohon.
2. Tanpa permohonan pemohon.
Pembatalan hak atas
tanah yang diterbitkan tanpa adanya permohonan pemohon :
a.
Kepala
Kantor Pertanahan mengadakan penelitian data yuridis dan data fisik.
b.
Hasil
penelitian disertai pendapat dan pertimbangan disampaikan kepada Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan kewenangannya.
c.
Kepala
Kantor Wilayah meneliti data yuridis dan data fisik dan apabila telah cukup
mengambil keputusan, menerbitkan keputusan pembatalannya dan disampaikan kepada
pemohon.
d.
Dalam
hal kewemangan pembatalan ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional, hasil penelitian
Kepala Kantor Wilayah disertai pendapat dan pertimbangannya disampaikan kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional.
e.
Kepala
Badan Pertanahan Nasional meneliti data yuridis dan data fisik dan apabila
telah cukup mengambil keputusan, menerbitkan keputusan pembatalannya dan
disampaikan kepada pemohon.
Untuk permasalahan
tersebut di atas hanyalah sebatas kesalahan hukum administrasi yang dioleh BPN,
untuk itu penyelesaiannya dapat dilakukan melalui upaya administratif, juga ada
kemungkinan melalui upaya hukum pengadilan.
BPN
bertanggung jawab atas sertifikat yang dikeluarkannya. Pasal 54 ayat (1) dan
(2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan menerangkan
bahwa :
(1)
BPN
RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya.
(2)
Alasan
yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a.
terhadap
obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan;
b.
terhadap
obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;
c.
terhadap
obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain;
d.
alasan
lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.[48]
Atas dasar hukum di
atas dapat dipahami bahwa pelaksanaan putusan pengadilan oleh BPN hanyalah
sebatas Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap. Tetapi
pengecualiannya adalah pada ayat (2) dengan alas an alas an tersebut di atas.
Pembatalan hak atas
tanah melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap hanya dapat
diterbitkan berdasarkan permohonan pemohon, hal ini ditegaskan dalam Pasal 124
ayat (1) PMNA/Kepala BPN Nomor 9 yahun 1999, selanjutnya dala ayat (2), Putusan
Pengadilan dimaksud bunyi amarnya, meliputi dinyatakan batal atau tidak
mempunyai kekuatan hukum atau intinya sama dengan itu.
Pasal 55
(1)
Tindakan
untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dapat berupa:
a.
pelaksanaan
dari seluruh amar putusan;
b.
pelaksanaan
sebagian amar putusan; dan/atau
c.
hanya
melaksanakan perintah yang secara tegas tertulis pada amar putusan.
(2)
Amar
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang berkaitan
dengan penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah, antara lain:
a.
perintah
untuk membatalkan hak atas tanah;
b.
menyatakan
batal/tidak sah/tidak mempunyai kekuatan hukum hak atas tanah;
c.
menyatakan
tanda bukti hak tidak sah/tidak berkekuatan hukum;
d.
perintah
dilakukannya pencatatan atau pencoretan dalam buku tanah;
e.
perintah
penerbitan hak atas tanah; dan
f.
amar
yang bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnya,
beralihnya atau
batalnya
[1] Elza Syarief, menuntaskan sengketa tanah melalui
pengadilan khusus pertanahan. Jakarta KPG(Kepustakaan Populer Gramedia
)
[2] Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar
pokok agraria
[3] Elza Syarief, menuntaskan Sengketa Tanah Melalui
Pengadilan Khusus Pertanahan, Jakarta KPG(Kepustakaan Populer
Gramedia), Halaman 142
[4] ibid
[5] ibid
[6] Florianus SP Sangun” Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah"
visi Media, 2007, halaman 14
[8] http://hukum.kompasiana.com/2012/01/24/kepastian-hukum-atas-sertifikat-tanah-sebagai-bukti-hak-kepemilikan-
[9] Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan
[10] Florianus Sangsun, op cit,
halaman 19
[11] Pasal 3 PP Nomor 10 Tahun
2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional.
[12] Elza Syarief, op, cit.
halaman 275
[13] op cit.. Pasal 5
[14] ibid Pasal 6, 7
[15] ibid... Pasal 9
[16] ibid.. Pasal 12
[17] ibid
[18] ibid Pasal 15
[19] ibid
[20] ibid Pasal 18
[21] ibid Pasal 21
[22] Ibid..
[23] Ibid Pasal 24
[24] Ibid..
[25] Dahlan Albarry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994
[26] Pasal
1 ayat (20) Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang
Pendaftaran Tanah
[27] Ibid Pasal 32
[28] Ibid Pasal 31 ayat (1)
[29] Ibid pasal 31 ayat (3)
[30] Ibid 32 ayat (2)
[31] Ibid Pasal 13 Ayat
(1),(2),(3),(4)..
[32] Rinto Manulang, Segala
Tentang Tanah Rumah Dan Perijinannya., Buku Pintar, Yokyakarta, 2011,
halaman 47.
[33] Ibid..
[35] http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_tata_usaha_negara
[36] Dr. W. Riawan Tjandra, Teori Dan Praktek Peradilan Tata Usaha
Negara, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta 2011 hal 1.
[37] Siti Soetami. Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara.Reflika Aditama, 2005,hal 10
[38] Ibid
[39] Dr. w. Riawan Tjandra. Op.cit
17
[40] Ibid hal 22
[41] Pasal
1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1
Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan
[42] Prof. Dr. H. Sadjijono, SH., M.Hum, Bab-bab Pokok Hukum Administrasi
Negara, Laksbang
PRESSindo,Yokyakarta, 2008, halaman 135.
[48] Pasal 54 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan.
0 komentar