Thursday 6 March 2014

Tanggung Jawab BPN Terhadap Sertipikat Yang Dibatalkan PTUN



 BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang berlandaskan atas hukum (Rechtstaat) sesuai dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), (Negara Indonesia adalah Negara hukum) dalam arti bahwa segala sesuatau yang ada di Negara Indonesia dalam bentuk apapun sudah diatur dalam undang-undang atau aturan yang berlaku.
Salah satu fakta hukum yaitu yang berkaitan dengan tanah yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3). Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik yang langsung untuk kehidupannya seperti bercocok tanam atau tempat tinggal, maupun untuk melaksanakan usaha,, seperti untuk tempat perdagangan, industri, pertanian. Perkebunan, pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya.[1]
Secara konstitusional UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa” Bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat” ini jelas bahwa yang di maksud pada pasal 33 UUD 1945 adalah kemakmuran rakyatlah yang utamakan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada (Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung didalamnya), dalam melaksanakan hal tersebut dibidang pertanahan dikeluarkan UUPA. Dari penjelasan umum UUPA dapat diketahui bahwa Undang-Undang ini merupakan unifikasi Hukum pertanahan.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut dalam rangka menjamin kepastian hak dan kepastian hukum atas Tanah, UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia, sebagaimana yang telah diamanatkan pasal 19 UUPA. Pasal tersebut mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari pendaftaran tanah di Indonesia, antara lain:
1)      Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
2)      Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
a.       Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b.      Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c.       Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebaga alat pembuktian yang kuat.
3)      Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas, sosial, ekonomi serta kemunkinan penyelenggaraan, menurut pertimbangan menteri Agraria.[2]
4)      Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran diseluruh Indonesia, yang sekaligus merupakan dasar hukum bagi pelaksana pendaftaran tanah dalam rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas tanah yang yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Untuk itu maka setiap hak-hak atas tanah yang tersurat dalam UUPA harus didaftarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas sesuai dengan Pasal 19 UUPA tahun 1960, maka perlu adanya pembentukan suatu badan atau lembaga yang bergerak dibidang pertanahan agar tidak terjadi penyalagunaan hak-hak pertanahan, yaitu Badan Pertanahan Nasiaonal,
 Tujuan dibentuknya Badan Pertanahan Nasional adalah untuk membuat sistem pengelolaan masalah pertanahan di Indonesia,[3],dasar pembentukan BPN adalah keputusan Presiden No.26 Tahun 1988. Directorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri pun di ubah menjadi lembaga pemerintah non departemen untuk menjadi lembaga ini, kemudian sebagai panduan operasional BPN, pimpinan lembaga ini mengeluarkan SK No. 11/KBPN/1988 jo keputusan kepala BPN No. 1 tahun 1989 tentang organisasi dan tata kerja BPN dipropinsi dan kabupaten/kotamadya.
Tugas Badan Pertanahan Nasional adalah mengelolah  dan mengembangkan administrasi pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun peraturan perundang-undangan lain yang meliputih pengaturan penggunaan, penguasaan, pemeliharaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah. [4] Pengurusan dan pendaftaran tanah, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden.
Sedangkan fungsi dari Badan Pertanahan Nasional adalah merumuskan kebijakan dan perencanaan penguasaan dan pengurusan tanah; merumuskan kebijakan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan prinsip tanah mempunyai fungsi social; melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanah; melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah; melaksanakan penelitian dan pengembangan dibidang pertanahan serta pendidikan dan pelatihan pegawai dan hal-hal yang ditetapkan oleh Presiden.
            Badan Pertanahan Nasional mengupayakan solusi penyelesaian sengketa pertanahan berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku dengan memperhatikan rasa keadilan dan menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Dalam era keterbukaan sekarang setiap aspek pelayanan harus jelas dasar hukumnya dan transparan.untuk meminimalkan sengketa pertanahan maka peran yang dimainkan BPN sebagai pelayanan masyarakat antara lain:[5]
1.      Menelah dan mengolah data dan untuk menyelesaikan perkara dibidang pertanahan.
2.      Menampung gugatan-gugatan, menyiapkan bahan memori jawaban, menyiapkan memori banding, memori/kontra memori kasasi, memori/kontra memori peninjauan kasasi atas perkara yang diajukan melalui peradilan terhadap perorangan dan badan hukum yang merugikan Negara.
3.      Mengumpulkan data masalah dan sengketa pertanahan.
4.      Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan mengenai keputusan penyelesaian sengketa atas tanah.
5.      Menelaah dan menyiapkan konsep keputusan pembatalan hak atas tanah yang cacat administrasi dan berdasarkan kekuatan putusan.
Setelah adanya pembentukan badan yang bergerak di bidang pertanahan, maka di wajibkan kepada seluruh penduduk atau masyarakat Indonesia untuk melakukan pendaftaran tanah. Sesuai aturan yang berlaku sebagaimana yang telah di muat oleh undang-undang no 5 tahun 1960 tentang undang-undang pokok agrarian atau yang sering di singkat UUPA pasal 19 dan peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1961( pp No 10/1961) tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran Tanah adalah rangkain kegiatan yang di lakukan pemerintah secarah terus menerus, berkesinambungan dan teratur yang meliputi (i) pengumpulan, (ii) pengolahan, (iii) pembukuan, dan (iv) penyajian serta (v) pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk (iv) pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya,(pasal 1 angka(1) PP No.24/ 1997).[6]
Pendaftaran tanah diselengarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif tetap, dan mengandung unsur positif, karena akan menhasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,(pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2) pasal 32 ayat (2) dan pasal 38 ayat (2) UUPA)[7].
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor : 03/G/2012/PTUN-BKL, antara Merekta Bangun, SKM.MARS , Kewarganegaraan Indonesia, Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, tempat tinggal Jl. Basuki Rahmat Desa Tanjung Raman Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara melawan  Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Tengah, Tempat kedudukan di Kabupaten Bengkulu Tengah. Dengan objek sengketa Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 197 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor 1594/1998 Luas 20.000 m2 Atas Nama H. Nur Said,SH. dan  Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 202 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 4577/1998 Luas 3.350 m2 atas nama H. Nur Said,SH. dengan permasalahan Sertifikat Hak Milik yang ganda atas tahan  (overlopping). Dengan permasalahan singkat Sertifikat Hak Milik Nomor: 06/TP Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Gambar Situasi Tanah (GST)Nomor. 159/ PT/BU/1981 luas 6.210 m2 atas nama I.S Meliala, SH, telah ditumpangi dengan Sertifikat Hak Milik Nomor: 197 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor 1594/1998 atas  nama H. Nur Said, S.H. seluas 6.210m2 dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 07/TP Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Gambar Situasi Tanah (GST) Nomor. 158/ PT/BU/1981 luas 19.200 m2 atas nama I.S Meliala.,SH, telah ditumpangi dengan Sertifikat Hak Milik Nomor: 197 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 1594/1998 atas nama H. Nur Said, SH seluas 13.390 m2. Dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 202 Desa Talang Pauh Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara dengan Surat Ukur (SU) Nomor: 4577/1998 atas Nama H. Nur Said, SH, seluas 3.350 m2.
DALAM POKOK PERKARA : -----------------------------------------------------------------------
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian dan menolak untuk selain
dan selebihnya ; ----------------------------------------------------------------------------------
2. Membatalkan Sertipikat Hak Milik Nomor: 202/Desa Talang Pauh tanggal 01
Pebruari 1999 terakhir tercatat atas nama Oloan Simanjuntak ; ------------------------
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik Nomor: 202/Desa
Talang Pauh tersebut di atas ; -------------------------------------------------------------------
4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 234.000
(dua ratus tiga puluh empat ribu rupiah) ;------------------------------------------
Demikian diputuskan oleh HERRY WIBAWA, S.H., M.H., Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Bengkulu.

            Bayak putusan pengadilan khususnya Pengadilan Tata Usaha Negara yang sudah mempunyai Kekuatan Hukum Tetap (inkrah) yang belum mendapat tindak lanjut dari BPN (eksekusi) karena BPN tidak ataupun lalai bahkan tidak tegas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam rangka menjamin kepastian hukum serta membela kepentingan pemegang atau pemilik hak atas tanah tersebut. Misalnya dalam kasus yang terjadi di Jakarta yaitu kasus tanah Meruya, dimana rencana eksekusi yang dilakukan pemilik tanah adalah PT Portanigra yang yang membeli tanah tersebut seluas 44 Ha sekitar tahun 1972 yang lalu dari Juhri cs sebagai koordinator penjualan tanah Rencana eksekusi yang akan dilakukan oleh PT Portanigra mendapatkan perlawanan dari masyarakat yang menempati tanah yang telah memiliki tanda bukti kepemilikan atas tanah dimaksud. Juhri Cs, ternyata setelah menjual tanah tersebut kepada PT Portanigra, menjual lagi tanah itu kepada perorangan, Perusahaan , Pemda dan berbagai instansi. Masyarakat dan berbagai instansi yang membeli dari Juhri Cs kemudian memiliki berbagai tanda bukti hak (sertifikat) atas tanah itu. Atas tindakan Juhri Cs, pengadilan telah menetapkan bahwa tindakan Juhri Cs adalah bertentangan dengan hukum, dan mereka telah dipidana pada tahun 1987 – 1989 atas perbuatan penipuan, pemalsuan dan penggelapan[8]. Melalui hal tersebut di atas, penulis mimilih untuk menulis skripsi ini yang berjudul “Tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional Atas Sertifikat Yang Dibatalkan PTUN”
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1.      Apa yang menyebabkan terjadinya pembatalan sertifikat oleh PTUN?
2.      Apa yang menjadi tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan PTUN?
3.      Bagaimana eksekusi BPN terhadap sertifikat yang dibatalkan PTUN?
C.  TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya pembatalan sertifikat oleh PTUN.
2.      Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan PTUN.
3.      Untuk mengetahui dan memahami bagaimana eksekusi BPN terhadap sertifikat yang di batalkan PTUN.
D.    MANFAAT PENULISAN
 penulisan skripsi ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Memperdalam pemahaman dan pengetahuan agar dapat mengetahui penyebab terjadinya pembatalan sertifikat oleh PTUN.
2.      Memperdalam pemahaman dan pengetahuan serta memberikan sumbangan pemikiran mengenai tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan PTUN.
3.      Memperdalam pemahaman dan pengetahuan dalam bidang pertanahan mengenai eksekusi BPN terhadap sertifikat yang di batalkan PTUN.
E.     METODE PENELITIAN
Dalam suatu penelitian hukum merupakan suatu keharusan untuk mengunakan suatu metode penelitian agar lebih mudah dalam hal penyusunannya. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data-data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.
Penelitian ini bersifat Yuridis Normatif, oleh karena didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan tujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dan menganalisisnya. Adapun yang menjadi metode-metode dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1.   Pengumpulan Data
Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu menggunakan bahan-bahan pustaka. Dengan demikian data ini bersumber dari bahan-bahan kepustakaan yaitu :
a.    Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti Undang-Undang Dasar atau Norma dasar, Peraturan Perundang-Undangan, Yurisprudensi, Traktat.
b.   Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti literatur-literatur rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya tulis, serta makalah-makalah.
c.    Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus umum dan kamus hukum.
2.      Metode Pengolahan Dan Analisis Data
Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu data-data yang terkumpul berkaitan penyelesaian sengketa sertifikat hak milik atas tanah, akan diolah dengan cara mensistematisasikan bahan-bahan hukum yaitu dengan membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut. Data yang diolah kemudian diinterprestasi dengan menggunakan cara penafsiran hukum dan kontruksi hukum dan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif, dimana menguraikan data-data yang menghasilkan data deskriptif dalam mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan untuk mengungkapkan kebenaran yang ada.

F.     SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I.    Pendahuluan. Menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
 Bab II.  Tinjauan Pustaka. Menguraikan tentang pengertian Badan Pertanahan Nasional, pengertian Sertifikat dan pengertian Peradilan Tata Usaha Negara.
Bab III. Pembahasan. Menguraikan Pembahasan tentang Tanggung jawab BPN atas sertifikat yang di batalkan PTUN.
Bab IV.  Penutup. Yang menguraikan Kesimpulan serta Saran.
Pada akhir penulisan ini dicantumkan Daftar Pustaka yang berisikan sumber-sumber bahan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.    Badan Pertanahan Nasional
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat BPN RI adalah Lembaga Pemerintah non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang mempunyai tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional[9]. Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.
Badan Pertanahan nasional yaitu sebuah lembaga pemerintah non departemen di bidang tugasnya meliputi bidang pertanahan.[10] Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2006 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2012, Pasal 1 ayat (1) dan (2), menjelaskan bahwa : Badan Pertanahan Nasional merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada presiden. Badan Pertanahan Nasional dipimpin oleh kepala.
Pasal 3 menjelaskan bahwa ; Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi:
a.       perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;
b.      perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;
c.        koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;
d.      pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;
e.       penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan;
f.       pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum;
g.      pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;
h.       pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus;
i.        penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan;
j.        pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;
k.       kerja sama dengan lembaga-lembaga lain;
l.        penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;
m.    pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
n.      pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan;
o.      pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;
p.      penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;
q.      pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan;
r.        pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;
s.       pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;
t.        pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
u.       fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.[11]
Menurut Keppres No.174 Tahun 2000, BPN ditugaskan untuk mendampingi mentri dalam negeri dan otonom daerah. Keppres No. 60 tahun 2001 tentang perubahan Keppres No. 178 tahun 2000 menyatakan BPN terdiri atas kepala, wakil kepala, sekertariat utama, 3 deputi, inspektort utama.
Dengan pemberlakuan Keppres No.110 tahun 2004, BPN memiliki wakil kepala. Setelah lahir Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dibuatlah Peraturan Presiden No. 10 tahun 2006 tentang BPN. Kewenangan lembaga ini menjadi sentralistik kembali. Tapi ketetapan itu diubah lagi lewat Peraturan Presiden No. 37 tahun 2007, yakni kewenangan pertanahan diserahkan ke daerah.[12]
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BPN menyelenggarakan fungsi:
  1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional.
  2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
  3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).
  4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik.
  5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
  6. Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
  7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
  8. Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.
  9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang telah ditetapkan.
  10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional.
  11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab di bidang pertanahan, BPN membentuk susunan organisasi sebagai berikut:
 Kepala mempunyai tugas memimpin Badan Pertanahan Nasional dalam menjalankan Tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional.[13]
Sekretariat Utama adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala. Secretariat Utama dipimpin oleh secretariat utama. Secretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program administrasi dan sumber daya di lingkungan Badan Pertanahan Nasional[14].
Deputi Bidang Survei, Pengukuran, dan Pemetaan adalah unsure pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala[15]. Menyelenggarakan fungsi:
a.       perumusan kebijakan teknis di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan;
b.       pelaksanaan survei dan pemetaan tematik;
c.       pelaksanaan pengukuran dasar nasional;
d.      pelaksanaan pemetaan dasar pertanahan.
Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah adalah unsure pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. [16] Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah menyelenggarakan fungsi :
a.       perumusan kebijakan teknis di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah;
b.      pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;
c.       inventarisasi dan penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah;
d.      pelaksanaan pengadaan tanah untuk keperluan pemerintah, pemerintah daerah, organisasi sosial keagamaan, dan kepentingan umum lainnya;
e.       penetapan batas, pengukuran dan perpetaan bidang tanah serta pembukuan tanah;
f.       pembinaan teknis Pejabat Pembuat Akta Tanah, Surveyor Berlisensi dan Lembaga Penilai Tanah.[17]
Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan adalah unsure pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang pengaturan dan penataan pertanahan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. [18]menyelenggarakan fungsi :
a.       perumusan kebijakan teknis di bidang pengaturan dan penataan pertanahan;
b.      penyiapan peruntukan, persediaan, pemeliharaan, dan penggunaan tanah;
c.       pelaksanaan pengaturan dan penetapan penguasaan dan pemilikan tanah serta pemanfaatan dan penggunaan tanah;
d.       pelaksanaan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya.[19]
Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. menyelenggarakan fungsi [20]:
a.       perumusan kebijakan teknis di bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat;
b.      pelaksanaan pengendalian kebijakan, perencanaan dan program penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;
c.       pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;
d.      evaluasi dan pemantauan penyediaan tanah untuk berbagai kepentingan.
Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala[21]. Menyelenggarakan fungsi :
a.       perumusan kebijakan teknis di bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertanahan;
b.      pengkajian dan pemetaan secara sistematis berbagai masalah, sengketa, dan konflik pertanahan;
c.       penanganan masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara hukum dan non hukum;
d.      penanganan perkara pertanahan;
e.       pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah, sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya;
f.       pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan yang berkaitan dengan pertanahan;
g.      penyiapan pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.[22]
Inspektorat Utama adalah unsur pengawasan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala[23]. Menyelenggarakan fungsi :
a.      penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan Pertanahan Nasional;
b.      pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk Kepala Badan Pertanahan Nasional;
c.      pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Utama;
d.      penyusunan laporan hasil pengawasan.[24]
B.     Sertifikat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Sertifikat adalah akta, surat keterangan, surat tanda[25]. Memper jelas pengertian umum di atas, Peraturan Peundang-undangan Republik Indonesia mengenai pertanahan memberikan pengertian yang lebih jelas dan sah yaitu menurut Pasal 1 ayat (20) Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pendaftaran Tanah memberikan pengertian bahwa Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. [26] Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. [27]
Menurut Ali Achmad Chomsah Sertifikat adalah surat tanda bukti yang terdiri salinan buku tanah dan surat ukur, diberi sampul dijilid menjadi satu yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan.

Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).[28]  Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya[29].  Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut. [30]
Berbicara mengenai sertifikat hak atas tanah untuk selanjutnya dalam tulisan ini saya sebut saja  “sertifikat tanah” –  saya yakin bahwa bagi sebagian besar dari kita,  ini bukanlah suatu hal yang asing.  Namun, apakah kita sudah benar-benar memahami dan menyadari Pemegang Hak. Di dalam Buku Tanah juga dicatat dalam hal terjadi peralihan hak atas tanah. Misalnya, apabila terjadi transaksi jual beli, maka  nama pemegang  hak yang terdahulu akan dicoret.
Dalam mejamin kepastian hukum atas tanah, maka pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah. Untuk itu bagi setiap orang yang menduduki atapun memiliki sebidang tanah haruslah mendaftarkan tanahnya ke BPN.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.  Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan. [31]
            Pendaftaran secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan. Pendaftara tanah secara sistematik akan memuat daftar isian yang mencantumkan peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkuta sebagai hasil pengukuranyang diumumkan selama 30 hari yang dilakukan di kantor desa atau kelurahan dimana tanah itu terletak, hal ini dilakukan untuk member kesempata pada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan terhadap penerbitan sertifikat itu.[32]
                                                                                                                  
            Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran dalam bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individu atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadik ini pelaksanaannya dapat dilakukan atas permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan secara individu atau masal. Pendaftran tanah secara sporadik diumumkan selama 60 hari dan pengunguman bisa dilakukan di kantor pertanahan atau kantor desa atau kelurahan dimana tanah itu terletak dan juga bisa melalui media massa.[33].
Dengan demikian, maka makna sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat yang materinya harus diterima sebagai data yang benar baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan.
Dalam hal menindak lanjuti kegiatan tersebut di atas, maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftran Tanah yang merupakan dasar untuk penyelenggaraan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Pemerintah dalam hal ini oleh Badan Pertanahan Nasional bagi kepentingan masyarakat, dengan tujuan pendaftaran tanah adalah sebagai berikut:
a.          Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
b.            Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
c.             Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.[34]
Badan Pertanahan Nasional Repulik Indonesia melaksanakan kegiatan administrasinya yaitu pendaftaran tanah. Adapun tahap-tahap pendaftaran tanah dapat disebutkan dalam urutan seperti berikut : Pertama, mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional; kedua, penetapan batas-batas oleh pemegang hak (pemilik); ketiga, penetapan batas bidang tanah oleh Badan Pertanahan Nasional atau Panitia Ajudikasi; keempat, pengukuran dan pemetaan dalam peta dasar pendaftaran; kelima, pembuatan daftar tanah; keenaam, pembuatan surat ukur; ketujuh, pembuktian dan pembukuan hak; dan yang kedelapan, penerbitan sertifikat dan penyajian data fisik dan data yuridis serta penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Sebagai alat bukti yang kuat maka sertifikat mempunyai manfaat sebagai berikut :
1.      Menjamin kepastian hukum karena dapat melindungi pemilik sertifikat terhadap gangguan pihak lain serta menghindarkan sengketa dengan pihak lain.
2.      Mempermudah usaha memperoleh kredit dengan tanah bersertifikat sebagai jaminan.
3.      Dengan adanya surat ukur dalam sertifikat maka luas tanah sudah pasti, sehingga untuk penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan lebih adil.
C.    Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.[35] Disamping istilah PTUN atau Pengadilan Tata Usaha Negara dikenal juga istilah  Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) diciptakan untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan warga Negaranya, yakni sengketa yang timbul sebagai akibat dan adanya tindakan-tindakan pemerintah yang di anggap melanggar hak-hak warga negarnya. Tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah:
1        Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu.
2        Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang di dasarkan kepada kepentingan bersmama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. (keterangan pemerintah dihadapan Sidang Paripurna DPR-RI Mengenai RUU-PTUN tanggal 29 April 1986).
Dengan demikian fungsi dari Peradilan Tata Usaha Negara  sebenarnya adalah sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara pemerintah (Badan Pejabat Tata Usaha Negara , vide Pasal 1 angka 2 dan 6)dengan rakyat (Orang tu Badan Hukum Perdata, asal 1 angka 4, Pasal 48 dan pasal 53) senbagai akibat di keluarkan atau tidak dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara(Pasal 1 angka 3, Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 149).[36]
Dari pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PTUN merupakan lembaga peradilan,  jadi merupak suatu lembaga Peradilan Tata Usaha Negara sedangkan PERATUN sendiri merupakan suatu sistem atau lebih condong pada prosesnya. Pengadilan ditujukan kepada badan atau wadah yang memberikan peradilan, sedangkan peradilan menunjukkan kapada proses untuk memberikan keadilan dalam rangka menegakkan hukum (“het rechtspreken”).
Pengadilan Tata Usaha Negara, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk dengan Presiden, dan sebagai Pengadilan Tata Usaha Negara yang pertama dibentuk berdasasarkan Keputusan Presisen Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 1990, adalah Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Ujung pandang. Sebagai kelanjutannya, dengan Keputusan Tata Usaha Negara di Semarang, Bandung, dan Padang.[37]
Susunan pengadilan terdiri atas pimpinan hakim anggota, paintera, dan sekretaris. Pimpinan pengadilan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil. Menurut pasal 5 ayat (2), kekuasaan kehakiman di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkama Agung sebagai pengadilan Negara tertinggi.
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan dikota atau kabupaten, sedangkan pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
Pembinaan teknis peradilan, organisasia, administrasi, administrasi dan financial pengadilan dilakukan oleh Mahkama Agung. Pembinaan sebagaimana dimaksud di atas tidak bole mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutuskan sengketa Tata Usaha Negara(pasal 7 UU No.9 Tahun 2004).[38]
Subjek dan sengketa Tata Usaha Negara, sesuai pasal 1 angka (4) Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara menjelaskan bahwa subjek TUN adalah orang atau badan hukum privat di satu pihak dan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di lain pihak, artinya sesuai pasal 53 ayat 1 angka (4) menyebutkan bahwa seorang atau badan hukum perdata yang merasa di rugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitas.[39]
Objek sengketa Tata Usaha Negara adalah keputusan yang di keluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatau penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisikan tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdat (pasal 1 angka 3).
Unsur-unsur pengertian istilah KTUN sebagai objek sengketa TUN menurur Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara ialah:
1.      Penetapan tertulis adalah merupakan suatu istilah terutama kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang di keluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.[40]
2.      Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, yang di maksud dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat di pusat dan daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif.
3.      Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang dimaksud dengan tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah perbuatan hukum Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain.
4.      Bersifat konkrit, individual, dan final, yang di maksud bersifat konkrit yaitu objek yang di putuskan dalam keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud. Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara tidak di tujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.
5.      Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata artinya perbuatan hukum yag diwujudkan pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat itu dapat menimbul hak atau kewajiban pada seseorang atau badan hukum perdata.





BAB III
PEMBAHASAN
1.      Penyebab Terjadinya Pembatalan Sertifikat Oleh PTUN.
Ada sebab pasti ada akibat. Untuk itu pembatalan sertifikat yang dilakukan oleh PTUN diawali dengan munculnya keputusan tata usaha yang merugikan pihak lain yaitu sertifikat. Untuk itu atas keputusan tata usaha yang merugikan tersebut, maka muncullah apa yang dinamakan sengketa.
Keputusan atau ketetapan harus dibatalkan apabila keputusan tersebut bertentangan dengan udang-undang, dan kepentingan umum. Seperti dalam Pasal 53 ayat (2) UU Peradilan Tata Usaha Negara mengenai alasan pengajuan gugatan yaitu Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan TUN dapat berupa keputusan yan sah atau sesuai dengan prosedur yang seharusnya atau legal, tapi ada juga keputusan yang tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya tau ilegal. Keputusan yang tidak sesuai dengan prosedur tersebut dapat dikatakan dengan cacat adminstrasi ataupun cacat hukum. Keputusan yang tidak sah tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
            Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak sah dapat dibatalkan yaitu dengan mengajukan gugatan kepengadilan dengan alasan-alasan atau dasar gugatan.
Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 1/1999, yaitu :
“Perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut.”[41]
Sengketa pertanahan khususnya sengketa yang berkaitan langsung dengan sertifikat hak milik, merupakan sengketa Hukum Administrasi Negara. Terjadinya suatu sengketa karena adanya objek yang disengketakan, artinya ada pangkal tolak sengketa yang timbul akibat adanya tindakan hukum pemerintah. Di dalam kepustakan hukum administrasi, sengketa yang terjadi disebut sengketa administrasi, karena objek yang menjadi sengketa adalah keputusan administrasi (beschikking), yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.[42]
Di dalam hukum positif Indonesia, kedua alat ukur dimaksud dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, Pasal  53 Undang-Undang dimaksud memuat alasan-alasan yang digunakan untuk menggugat pemerintah atas keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan yang menimbulakan kerugian bagi pihak yang terkena Keputusan Tata Usaha Negara dimaksud. Secara lengkap Pasal 53 dimaksud adalah sebagai berikut:
Pasal 53
(1)   Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
(2)   Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.       Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.      Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.[43]
Dari sekian banyak permasalahan dalam pertanahan lebih dinominasi sengketa yang berorientasi pada sertifikat. Seperti kita ketahui bersama bahwa, sertifikat merupakan surat resmi yang dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan kepastian terhadap status kepemilikan tanah, dan juga berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertifikat tanah merupakan output atau produk dari pada Badan Pertanahan yang bersifat konkrit, individual dan final.
Sengketa pertanahan yang sering mengakibatkan PTUN menjatuhkan putusan pembatalan atas sertifikat adalah sengketa kepemilikan atas tanah. penerbitan sertifikat yang dilakukan deangan itikad buruk atau secara melawan hukum. Asal mula terjadinya permasalahan tersebut dapat diuraikan mulai dari pendaftaran tanah sampai diterbitkannya sertifikat, dan oleh karena sertifikat tersebut, maka terjadilah sengketa kepemilikan atas tanah lebih khusus lagi permasalahan atas Sertifikat. Administrasi pertanahan yang kurang tertib juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadi sengketa pertanahan. Bukti penguasaan tanah yang tidak jelas dan tidak ada dokumentasinya akan mengakibatkan pertikaian antar warga dalam memperebutkan hak atas tanah. Sengketa sertifikat yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian Badan Pertanahan Nasional. Sengketa sertifikat hak milik atas tanah merupakan sengketa yang terjadi atas status keabsahan sertifikat hak milik yang dipunyai seseorang atau badan hukum perdata. Untuk itu pembatalan sertifikat oleh PTUN, dilakukan terhadap sertifikat yang memiliki sengketa, misalnya kasus-kasus seperti sengketa Sertifikat Ganda dan Sertifikat Asli Tapi Palsu (cacat hukum dan administrasi). Semua permasalahan ini muncul pada proses pendaftaran tanah. Kasus-kasus tersebut di atas merupakan penyebab terjadinya pembatalan sertifikat oleh BPN.
Untuk permasalahan tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Sertifikat Ganda
Yang dimaksud dengan Sertifikat Ganda adalah surat keterangan kepemilikan (dokumen) dobel yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional yang mengakibatkan adanya pendudukan hak yang saling bertindihan antara satu bagian atas sebagian yang lain.[44] Maka dapat disimpulkan bahwa Sertifikat Ganda adalah sertifikat-sertifikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama. Jadi dengan demikian satu bidang tanah diuraikan dengan 2 (dua) sertifikat atau lebih yang berlainan datanya. Hal semacam itu disebut pula Sertifikat Tumpang Tindih, baik sebagian maupun keseluruhan tanah tersebut.
Terdapat pula kasus dimana sebidang tanah oleh Kantor Pertanahan diterbitkan lebih dari satu sertifikat, sehingga mengakibatkan ada pemilikan bidang tanah hak saling bertindihan, seluruhnya atau sebagian. Hal ini terjadi antara lain sebagai akibat kesalahan penunjukkan batas tanah oleh pemohon/pemilik sendiri sewaktu petugas Kantor Pertanahan melakukan pengukuran atas permohonan yang bersangkutan.
Sertifikat ganda disebabkan karena Badan Pertanahan Nasional tidak teliti dalam melakukan pendaftaran tanah. Kerjasama yang baik antara Badan Pertanahan Nasional dan Pejabat Adminstrasi terkait sangatlah membantu dalam upaya pencegahan terjadinya sertifikat ganda. Biasanya sertifikat ganda atas tanah terjadi dalam proses pendaftaran tanah pertama kalinya karena biasanya dokumen awal yang dimasukkan adalah Bukti Girik dan Bukti Pembayaran Pajak oleh si pemohon, dan juga hanya berdasarkan keterangan lurah ataupun saksi yang mempunyai tanah yang berbatasan dengan tanah milik pemohon. Hal-hal yang juga dapat mengakibatkan terjadinya sertifikat ganda adalah faktor kebutuhan ekonomi dan moral yang buruk sehingga setiap orang karena kepentingan juga karena ditunjang dengan moral yang buruk, sengaja dengan melawan hukum melakukan perbuatan yang merugikan orang lain.
2.      Sertifikat Asli Tapi Palsu.
Berdasarkan beberapa kasus mengenai sertifikat hak atas tanah terungkap bahwasanya terdapat penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang ternyata surat-surat bukti sebagai dasar penerbitan sertifikat tidak benar atau dipalsukan.[45] Berdasarkan beberapa kasus mengenai sertifikat hak atas terungkap bahwa terdapat penerbitan sertifikat oleh Kantor pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang ternyata surat-surat bukti sebagai dasar penerbitan sertifikatnya tidak benar atau dipalsukan.[46] Seperti kita ketahui bersama, bahwa penerbitan sertifikat bukan saja dilakukan oleh BPN, tapi juga ada dokumen-dokumen yang harus diurus oleh pejabat administrasi terkait, seperti Lurah, Camat, Notaris/PPAT, adakalahnya dalam proses pembuatan dokumen di pejabat administrasi terkait, mereka melakukan pemalsuan dokumen-dokumen tersebut. Sertifikat semacam ini tentunya harus dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku dan ditarik dari peredaran. Sertifikat jenis ini adalah produk dari BPN itu sendiri, tapi dokumen-dokumen pendukungnya sengaja dipalsukan.
Sertifikat asli tapi palsu disebabkan oleh karena, Kurang telitinya Badan Pertanahan Nasional dalam memeriksa dokumen pendaftaran tanah, merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya sertifikat asli tapi palsu. Koordinasi atau kerjasama yang kurang baik antara Badan Pertanahan Nasional dan Pejabat Administrasi terkait, sehingga pejabat-pejabat administrasi terkait lainnya memandang sebelah mata Badan Pertanahan Nasional, dan akibatnya oleh oknum-oknum tertentu yang beritikad buruk menggunakan kesempatan ini untuk penerbitan sertifikat.
            Dari permasalahan-permasalahan tersebut, undang-undang memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak yang merasa dirugikan oleh karena keputusan tersebut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pasal 48 ayat (1) menyebutkan: Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administrasi Sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka Sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan secara administratif yang tersedia. Sengketa Tata Usaha Negara diselesaikan dengan 2 (dua) cara yakni :
1.      Melalui Upaya Adminitrasi (vide Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986).
Cara ini merupakan prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila tidak puas terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara.
Bentuk upaya administrasi adalah :
a.       Banding Administrasi, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan. Prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang penyelesaiaan sengketa Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dilakukan oleh atasan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mengeluarkan Keputusan itu, atau instansi lain dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan yang tersebut. Biasanya banding administrasi dilakukan dengan prosedur pengaduan surat banding administrasi (administratief beroep) yang ditujukan kepada atasan pejabat atau instansi lain dan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan.[47]
b.      Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri yang dilakukan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan itu. Prosedur upaya administrasi yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata yang tidak puas terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang penyelesaiaan sengketa Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mengeluarkan Keputusan itu.
Upaya penyelesaian sengketa sertifikat atas tanah melalui upaya administrasi dapat dilakukan dengan mekanisme, melakukan pengaduan atau permohonan kepada pihak Badan Pertanahan Nasional, bahwa telah terjadi permasalahan sertifikat tanah. Setelah Badan Pertanahan menerima laporan, maka Badan Pertanahan Nasional akan segera mengecek semua data-data yang ada di kantor Badan Pertanahan Nasional serta memeriksa bukti-bukti yang ada yaitu data fisik dan data yuridis serta dokumen-dokumen lain yang terkait. Setelah semua berkas telah diperiksa, Badan Pertanahan Nasional akan melakukan penyelesaian atas permasalahan tersebut dengan jalan melakukan mediasi atau musyawarah melalui instansi atau Badan Pertanahan Nasional itu sendiri dengan menunjuk seorang mediator yaitu Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dan apabila dalam upaya administrasi telah mendapat penyelesaian secara damai, maka Badan Pertanahan Nasional akan segera melaksanakan putusan dalam tahap upaya administrasi tersebut. Apabila dalam upaya administrasi tersebut terbukti bahwa salah satu pihak melakukan pemalsuan sertifikat atau pemalsuan keterangan bahkan dokumen-dokumen terkait lain, maka dengan segera Badan Pertanahan Nasional Membatalkan ataupun mencabut sertifikat tersebut.
2.      Melalui Gugatan
Subjek atau pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada dua pihak yaitu :
a.       Penggugat yaitu, seseorang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun di daerah.
b.      Tergugat yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
 Pengadilan Tata Usaha Negara adalah merupakan badan atau instansi yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara Tata Usaha Negara. Perkara Tata Usaha Negara bermula dari adanya Keputusan Badan Tata Usaha Negara yang merugikan salah satu pihak, yang terlebih dahulu sudah atau harus melalui upaya administrasi.
B. Tanggung Jawab BPN atas Sertifikat Yang Dibatalkan PTUN
            Hak merupakan kekuasaan, kewenangan, kepentingan yang dilindungi hukum. Didalam hukum Indonesia, mengatur mengenai hak atas kebendaan baik benda bergerak, maupun tidak bergerak. Kepemilikan benda khususnya benda tidak bergerak harus dibuktikan keabsahan kepemilikan atas benda tersebut. Kepemilikan hak atas tanah dapat dibuktikan dengan sertifikat hak milik atas tanah, dimana sertifikan sebagai dokumen penting dan sah sebagai bukti dan dasar kepastian hukum kepemilikan atas tanah.
            Sertifikat merupakan produk hukum Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional, oleh karenanya BPN bertanggung jawab atas segalah permasalahan yang terjadi berkaitan degan sertifikat atas tanah. Sertifikan merupakan tanda bukti hak kepemilikan atas tanah.
Pembatalan hak atas tanah berdasrkan ketentuan Pasal 1 angka 12 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1999, yaitu :
“Pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.”
            Jadi pembatalan sertifikat atas dasar cacat hukum administratif dan Melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sesuai dengan ketentuan Pasal 105 PMNA/ Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 pembatalan hak ats tanah dilakukan dengan keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional atau melimpahkan kepada Kantor Wilayah atau pejabat yang ditunjuk. Jadi pada prinsipnya hak atas tanah hanya dapat dibatalkan dengan surat keputusan pembatalan yang kewenangan penerbitannya sesuai dengan pelimpahan wewenang yang diatur dalam PMNA/ Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999.
            Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif, menurut Pasal 107 PMNA/ Kepala BPN No. 9 tahun 1999, diterbitkan apabila terdapat :
1.      Kesalahan Prosedur;
2.      Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
3.      Kesalahan Subyek hak;
4.      Kesalahan obyek hak;
5.      kesalahan jenis hak;
6.      kesalahan perhitungan luas;
7.      terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
8.      terdapat ketidakbenaran pada data fisik dan/atau data yuridis; atau
9.      Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif.
Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum adminisi yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, atas dasar :
1.      Permohonan pemohon
Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi yang diterbitkan :
a.       Pengajuan permohonan pembatalan diajukan secara tertulis, dapat diajukan langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Atau Melalui Kepala Kantor Pertanahan yang memuat :
1.      Keterangan mengenai diri pemohon.
-          Perorangan : Nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan disertai foto copy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan.
-          Badan Hukum : nama, tempat, kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya disertai foto copynya
2.      Keterangan mengenai tanahnya meliputi data yuridis dan data fisik :
-          memuat nomor dan jenis hak disertai foto copy surat keputusan dan atau sertipikat
-          letak, batas, dan luas tanah disertai foto copy Surat Ukur atau Gambar Situasi
-          Jenis penggunaan tanah ( pertanian atau perumahan)
3.      Alasan permohonan pembatalan disertai keterangan lain sebagai data pendukungnya.
b.      Atas permohonan dimaksud, pejabat yang berwenangmenerbitkan surat  keputusan pembatalan hak atau penolakan pembatalan hak dan disampaikan kepada pemohon.
2. Tanpa permohonan pemohon.
Pembatalan hak atas tanah yang diterbitkan tanpa adanya permohonan pemohon :
a.       Kepala Kantor Pertanahan mengadakan penelitian data yuridis dan data fisik.
b.      Hasil penelitian disertai pendapat dan pertimbangan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan kewenangannya.
c.       Kepala Kantor Wilayah meneliti data yuridis dan data fisik dan apabila telah cukup mengambil keputusan, menerbitkan keputusan pembatalannya dan disampaikan kepada pemohon.
d.      Dalam hal kewemangan pembatalan ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional, hasil penelitian Kepala Kantor Wilayah disertai pendapat dan pertimbangannya disampaikan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional.
e.       Kepala Badan Pertanahan Nasional meneliti data yuridis dan data fisik dan apabila telah cukup mengambil keputusan, menerbitkan keputusan pembatalannya dan disampaikan kepada pemohon.
Untuk permasalahan tersebut di atas hanyalah sebatas kesalahan hukum administrasi yang dioleh BPN, untuk itu penyelesaiannya dapat dilakukan melalui upaya administratif, juga ada kemungkinan melalui upaya hukum pengadilan.
            BPN bertanggung jawab atas sertifikat yang dikeluarkannya. Pasal 54 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan menerangkan bahwa :
(1)   BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya.
(2)   Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a.       terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang bertentangan;
b.      terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;
c.       terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain;
d.      alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.[48]
Atas dasar hukum di atas dapat dipahami bahwa pelaksanaan putusan pengadilan oleh BPN hanyalah sebatas Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap. Tetapi pengecualiannya adalah pada ayat (2) dengan alas an alas an tersebut di atas.
Pembatalan hak atas tanah melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap hanya dapat diterbitkan berdasarkan permohonan pemohon, hal ini ditegaskan dalam Pasal 124 ayat (1) PMNA/Kepala BPN Nomor 9 yahun 1999, selanjutnya dala ayat (2), Putusan Pengadilan dimaksud bunyi amarnya, meliputi dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau intinya sama dengan itu.
Pasal 55
(1)   Tindakan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat berupa:
a.       pelaksanaan dari seluruh amar putusan;
b.      pelaksanaan sebagian amar putusan; dan/atau
c.       hanya melaksanakan perintah yang secara tegas tertulis pada amar putusan.
(2)   Amar putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang berkaitan dengan penerbitan, peralihan dan/atau pembatalan hak atas tanah, antara lain:
a.       perintah untuk membatalkan hak atas tanah;
b.      menyatakan batal/tidak sah/tidak mempunyai kekuatan hukum hak atas tanah;
c.       menyatakan tanda bukti hak tidak sah/tidak berkekuatan hukum;
d.      perintah dilakukannya pencatatan atau pencoretan dalam buku tanah;
e.       perintah penerbitan hak atas tanah; dan
f.       amar yang bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnya,
beralihnya atau batalnya


[1] Elza Syarief, menuntaskan sengketa tanah melalui pengadilan khusus pertanahan. Jakarta KPG(Kepustakaan Populer Gramedia )
[2] Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria
[3] Elza Syarief, menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Jakarta KPG(Kepustakaan Populer Gramedia), Halaman 142

[4] ibid
[5] ibid
[6] Florianus SP Sangun” Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah"  visi Media, 2007, halaman 14

[7] Op.Cit, hal.1
[8] http://hukum.kompasiana.com/2012/01/24/kepastian-hukum-atas-sertifikat-tanah-sebagai-bukti-hak-kepemilikan-
[9] Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan
[10] Florianus Sangsun, op cit, halaman 19
[11] Pasal 3  PP Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional.
[12] Elza Syarief, op, cit. halaman 275
[13] op cit.. Pasal 5
[14]  ibid Pasal 6, 7
[15] ibid... Pasal 9
[16] ibid.. Pasal 12
[17] ibid
[18] ibid Pasal 15
[19] ibid
[20] ibid Pasal 18
[21] ibid Pasal 21
[22] Ibid..
[23] Ibid Pasal 24
[24] Ibid..
[25] Dahlan Albarry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994
[26] Pasal 1 ayat (20) Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pendaftaran Tanah
[27] Ibid Pasal 32
[28] Ibid Pasal 31 ayat (1)
[29] Ibid pasal 31 ayat (3)
[30] Ibid 32 ayat (2)
[31] Ibid Pasal 13 Ayat (1),(2),(3),(4)..
[32] Rinto Manulang, Segala Tentang Tanah Rumah Dan Perijinannya., Buku Pintar, Yokyakarta, 2011, halaman 47.
[33] Ibid..
[34] Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
[35] http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_tata_usaha_negara
[36]  Dr. W. Riawan Tjandra, Teori Dan Praktek Peradilan Tata Usaha Negara, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta 2011 hal 1.
[37] Siti Soetami. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.Reflika Aditama, 2005,hal 10
[38] Ibid
[39] Dr. w. Riawan Tjandra. Op.cit 17
[40] Ibid  hal 22
[41] Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan
[42] Prof. Dr. H. Sadjijono, SH., M.Hum, Bab-bab Pokok Hukum Administrasi Negara, Laksbang PRESSindo,Yokyakarta, 2008, halaman 135.
[43] Pasal 53 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

[44] H. Ali Achmad Chomzah, SH, hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002, halaman 127
[45] Elza Syarief,op. cit, halaman 213
[46] Elza Syarief,op. cit. halaman 213
[47] Dr. w. Riawan Tjandra. Op.cit , halaman 41

[48] Pasal 54 ayat (1) dan (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan.
Load disqus comments

0 komentar